Agama  

Kepemimpinan Masa Kini Menurut Al-Qur’an

Oleh: Barrotul Adawiyah (Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya)

LiberTimes-Perempuan ialah sosok yang memiliki hati lembut dan halus hingga sering kali dari kalangan manapun terutama laki-laki mudah meremehkan perempuan. Pada masa jahiliyah perempuan dianggap tidak penting, dikubur hidup-hidup setelah dilahirkan, dijadikan budak serta tidak bebas dalam kehidupanya.

Sejak wahyu Allah datang melalui malaikat jibril yang diantarkan kepada Nabi Muhammad dan tersampaikan kepada kita hingga saat ini telah membuat wanita menjadi lebih berharga. Awalnya wanita tidak boleh mendapatkan hak waris yang akhirnya dapat memperoleh hak tersebut, bahkan dalam H.R imam Bukhari meyebutkan bahwa wanita sebagai sosok ibu yang memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding seoarang ayah.

Al-Qur’an datang untuk mengangkat derajat wanita yang pada masa itu selalu di rendahkan, hingga saat ini banyak wanita yang memiliki ilmu dan menjadi pemimpin untuk rakyatnya.

Dapat di ambil contoh pemimpin wanita yang ada di Indonesia adalah dalam portal okenews tercantum “5 Menteri Perempuan di Indonesia Begini Kiprah dan Sepak Terjangnya” Didalam informasi tersebut wanita telah membuktikan dengan kepemimpinanya yang berhasil, adil dan sejahtera. Islam mendukung adanya kepemimpinan wanita meskipun di luar sana masih banyak sosok patriaki yang menjajahinya, salah satunya dalam Negara Yaman yang mana terkandung masyarakat patriaki yang menjadikan perempuan sebagai bentuk diskriminasi.

Menurut al-Zuhaili Dalam Jurnal Analisis Kajian Kepemimpinan terdapat beberapa literatur pada satu hadis diriwayatkan oleh Abu Bakrah yang berbunyi “Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan semua persoalan kepada wanita” Nah dari dasar argumen inilah yang membuat beberapa masyarakat berfikir bahwa wanita tidak layak diberi tanggung jawab serta kepemimpinan.

Padahal dapat ditilik dari sisi sebabnya mengapa Rasulullah dapat mengeluarkan sabda tersebut. Saat hadis tersebut diturunkan oleh Nabi guna untuk menanggapi peristiwa yang dialami oleh Kepemimpinan Kisra yang mana diserahkan kepada anak perempuanya, dan anak tersebut tidak pernah dibekali bagaimana caranya menjadi seorang pemimpin, maka dari itu kerajaan yang saat itu langsung di serahkan kepada anak Kisra akhirnya gagal.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kegagalan seorang pemimpin ialah karena belum memiliki cukup ilmu serta rendahnya pengetahuan, bukan dilihat dari jenis kelamin, Rosul pun setelah mengatakan hadis tersebut tidak pernah menunjukkan larangan bagi wanita cerdas untuk menjadi seorang pemimpin.

Disebutkan dalam Al-Qur’an yang mendukung adanya hak kepemimpinan perempuan dan laki-laki itu sama yakni dalam surah an-Nisa ayat 32,

وَلَا تَتَمَنَّوۡاْ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعۡضَكُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبُواْۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا ٱكۡتَسَبۡنَۚ وَسۡ‍َٔلُواْ ٱللَّهَ مِن فَضۡلِهِۦٓۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٗا ٣٢

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Menurut penafsiran Quraish Shihab dalam kitab Tafsir al Misbah penerbit Lentera Hati menyebutkan dari At-Tirmidzi yang diriwayatkan melalui Mujahid bahwa ayat ini diturunkan karena berhubungan dengan ucapan istri Nabi, Ummu Salamah, Dijelaskan bahwa ayat ini memberitahu manusia untuk hidup realistis.

Ada cita-cita dan harapan yang bisa tercapai dan ada juga yang jelas-jelas mustahil atau sangat jauh.Penafsiran diatas menyatakan bahwa dilarang berangan-angan hingga iri dengki yang bersangkutan dengan keistimewaan manusia, dari hal ini dapat membuktikkan bahwa lelaki dan perempuan masing-masing memiliki keistimewaanya dan memiliki hak atas usaha mereka sendiri.

Jika perempuan lebih memiliki ilmu yang tinggi dibanding laki-laki maka sah-sah saja perempuan tersebut dipilih menjadi seorang pemimpin. Wanita juga memiliki sikap tersendiri dalam kepribadian-nya salah satunya perhatian dan teliti dalam memperhatikan hal-hal kecil, sikap tersebut dapat mendukung adanya kepemimpinan wanita.

Karena dalam kepemimpinan pun tidak hanya cukup bersikap tegas tetapi boleh jadi menyesuaikan dengan kondisi masyarakat yang ada disekitarnya.Oleh karena itu sosok pemimpin tidak dapat mengandalkan satu sikap saja melainkan dapat menempatkan suatu sikap tersebut pada tempatnya, contohnya memberi perhatian dan kasih sayang dalam konteks permasalahan pada anak-anak yang kekurangan nutrisi dengan menyalurkan susu serta gizi-gizi lainya demi kebaikan sumber daya manusia kedepan-nya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *