Secangkir Kopi untuk Gus Yahya Cholil Staquf

Oleh: Dinno Brasco (Penulis Buku Siasat NU Era Penjajahan Jepang 1942-1945 dan Indonesia dalam Secangkir Kopi)

“Keinginan dan cita-citanya hanyalah siang dan malam

cuma hendak mengabdi kepada Allah Subhanahu wa ta’ala,

dan berkhidmah kepada Tanah Air dan bangsa

sesuai dengan ajaran pesantren”

—KH. Saifuddin Zuhri,

Guruku Orang-Orang dari Pesantren (2001)

“Humanity’s next target are likely to be immortality,
happiness and divinity”
—Yuval Noah Harari, Homo Deus (2016)

Mukadimah

Kamis, senja yang indah di Apartement City Light menjadi medan berpijak untuk menepi sejenak. Bareng sahabat-sahabat menggelar ritual nyerutu dan nyruput kopi racikan barista Outlier Cafe kepunyaan senior NU. Markas besar ngopa-ngopi, Singkopi dan kafe di era modern di mana pun penjuru Tanah Air sepertinya akan melahirkan warna-warni inspirasi, karya-karya, dan inovasi dari kaum muda anak negeri. Seperti dalam film bollywood berjudul The Pad Man, Wak Kaji Amitabh Bachan bilang gini “Bayangkanlah kalau 1,3 miliar penduduk India atau 250 juta penduduk Indonesia bukan hanya jumlah, tetapi di kepalanya ada ide, gagasan dan inovasi.” Kan ngeri bro!

Tiba-tiba terkenang juga yang disampaikan Alm. Gus I’im (Kiai Hasyim Wahid) tentang era modern. “Bagi saya modernity itu state of mind, keadaan pikiran bukan sekedar life style. Kita, hari ini, sering kelirukan itu; bagi kita modernity itu life style, bukan state of mind. Marilah kita bandingkan dengan Perancis. Mereka membangun tradisi berpikir yang panjang mulai dari Voltaire, yang diungkapkan lewat macam-macam bentuk sastra.

Lalu, ketika ada infrastruktur, dalam hal ini kafe-kafe tempat mereka nongkrong bertukar pikiran, lahirlah para pemenang Nobel sastra, seperti Albert Camus, Jean Paul Sarte. Kalau di sini tidak. Tradisi berpikir tidak dibangun, yang dibangun cuma kafe-kafenya. Makanya, kita tidak dapat pemenang nobel sastra dapatnya cuma (………………………) hehehe….”

Keren memang Kiai Hasyim Wahid adik tersayang Gus Dur. Ia adalah salah satu pengerak bangsa dan seluruh hidupnya diabdikan untuk mendidik kaum muda NU dan anak-anak bangsa. Marilah sejenak kita haturkan do’a dan al-fatihah. Tentunya juga untuk alim ulama NU, guru-guru dan saudara se-bangsa yang wafat saat pandemi menerjang Republik tercinta ini.

Kerja-Kerja Peradaban

Ketika mendengarkan dengan saksama pidato Gus Yahya Cholil Staquf pada saat Haul Gus Dur Ke-12 di Ciganjur, penulis terkenang cerita tentang anekdot dari sosok sufi besar yang pernah mendatangi tiga orang tukang batu. Dia bertanya kepada tukang batu yang pertama, ”Apa yang sedang anda lakukan?” “Saya sedang memecah batu,” jawabnya. Kemudian dia bertanya kepada tukang batu yang kedua dengan pertanyaan yang sama. Dijawabnya, “Saya sedang bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup saya.” Sang sufi lalu beralih ke tukang batu yang terakhir dan menanyakan seperti yang sudah diajukan kepada dua orang tukang batu sebelumnya.” Saya akan mendirikan sebuah Masjid yang besar,” jawab tukang batu yang ketiga.

Kita semua tahu, ketiga tukang batu itu melakukan pekerjaan yang sama, tapi persepsi mereka mengenai apa yang mereka kerjakan, berbeda-beda. Hanya karena persepsi mengenai tujuan akhir dari pekerjaan merekalah yang bisa mengubah seorang tukang batu menjadi seorang pendiri monumen sejarah atau demi sebuah peradaban dunia, peradaban dunia Islam khususnya.

Tindakan, seperti kata pepatah, berbicara lebih keras daripada kata-kata. Namun, bagaimana kita bisa memahami bahwa tindakan kita mempunyai dampak, pengaruh yang besar terhadap tujuan akhir sejarah? Marilah kita mulai bro dan sista! Memulai kisah masa depan NU dan NU masa depan di bawah kepemimpinan Gus Yahya Cholil Staquf yang terpilih sebagai Ketua Umum PBNU periode 2021-2026 di Bandar Lampung. NU untuk peradaban umat manusia, demikian jargon terkerennya.

Saat Muktamar berlangsung, kita semua sebagai warga Nahdliyin menikmati lelak-lekuknya dari dekat, tak berjarak dan bergairah. “Meskipun harus merayap, kita harus hadir dalam Muktamar NU,” ucap Bung Karno sang proklamator. Ribuan anak bangsa berangkat dengan riang gembira, menggunakan kapal laut yang begitu sepoi-sepoi anginnya. Angin lautan yang dihadirkan Sang Pencipta untuk NU, hadir untuk peradaban dunia yang saat ini sempal dan berantakan karena panasnya angkara murka manusia. NU katakanlah hadir di bawah komando Gus Yahya menjadi penyejuk dan pendamai panasnya gejolak dunia dengan segenap masalahnya di atas bumi Tuhan.

Terkadang saya ingin bertanya ke Gus Yahya dan Jean-Jacques Rousseau dari Perancis. Apakah manusia sifat dasarnya mulia, dan kita semua baik-baik saja sampai peradaban datang? Peradaban menjadi padanan kedamaian dan kemajuan, sementara barbarisme menjadi padanan perang dan agresi kemerosotan moral. Begitulah cara kita memahami sejarah yang dibolak-balik. Sosok Thomas Hobbes, sang filsuf tua, sungguh sangat jauh meleset. Ia menggangap kehidupan dan zaman leluhur kita kejam, brutal dan pendek. Padahal peradaban membawakan banyak hal baik juga. Selain perang dan keserakahan manusia, bukankah dunia modern juga memberi kita banyak manfaat yang patut disyukuri? Nah, tema-tema peradaban umat manusia itulah yang selalu dikumandangkan oleh Gus Yahya. Menarik sih!

Tatkala saya tengah nyerutu, temen ngopi menyampaikan ada tulisan perihal Manifesto Gus Yahya Cholil Staquf. Saya kira isinya menarik dan keren seperti Manifesto Komunis-nya Karl Marx yang legendaris, radikal dan ngeri banget. Ternyata tulisan Manifestonya isinya itu-itu saja, hanya puja-puja dan puji-puji belaka. Tak ada yang baru, ngga seger dan terlalu lebay katanya anak alay. Bukan ide dan gagasan yang ditulis, tetapi kenarsisan dan ke-aku-an yang ditonjolkan. Tak ada satu pun ikhtiar kongkret untuk menyamakan frekuensi warga Nahdliyyin untuk bersatu-padu di era kekinian. Klise!

Katanya sih penulis hebat, tetapi tidak berupaya mencari solusi nyata bagaimana warga NU bukan hanya berjama’ah dan berjami’ah secara ritual agama, melainkan juga berjama’ah ekonomi, sosial, politik dan budaya. Dengan kata lain, warga NU tidak memiliki jama’ah dan jam’iyah ekonomi yang kuat dan solid. Walaupun saat ini dikumandangkan kemandirian ekonomi dimana-mana, tetapi masih hanya sekadar jargon belaka. Warga NU bisa berjama’ah dan berjam’iyah hanya dalam ritus-ritus aswaja, sekali lagi tidak dalam tataran praksis. Bahkan tak ada paragraf yang bisa mengggerakkan mesiu perlawanan terhadap geng oligarki perihal ‘senandung penjarahan’ di Tanah Air. Udah lupa caranya ngopi kayaknya!

Para penikmat kopi melihat secara masif dan sistematis misalnya jaringan ekonomi grup-grup ke-Islaman di luar NU, seperti kelompok Hijrah di perkotaan, jaringan bisnis ex-HTI dan Jama’ah Tabligh (JT). Ngeri banget! Belum lagi jaringan ekonomi bisnis Cina, Thailand, Korea, Eropa, India, Jepang, Amerika dan negara-negara yang berdagang di bumi para wali, Indonesia. Ampunnn dah! Ngga kuat! Ane dan antum hanya bisa lihat-lihat, sawang sinawang tok gaess! Bener banget pitutur Alm. Nurcholish Madjid, ”Kita hanya sekadar konsumen di negeri ini, bukan produsen.”

Poinnya Ukhuwwah Islamiyyah dan Ukhuwwah Nahdliyyah hanya sekadar memegang doktrin dan akidah aswaja yang sama. Misalnya melawan ideologi Wahabisme, memerangi radikalisme teroris, kecintaan kepada Tanah Air dan lainnya. Ukhuwwahnya bukan ukhuwwah bermakna persaudaraan sosial, politik, budaya dan ekonomi. Ya pasti kalah terus dong, hanya sekadar penjaga negeri bukan pengelola kekayaan alam negeri. Ampun Bang Jago!

Gini ya Dik, dalam skema “ekonomi besar”, mekanisme bisnis dan perniagaan bersifat steril dari negosiasi akidah plus doktrin. Dan yang terpenting, jangan sampai kita berjama’ah, ber-istighotsah dan ber-i’tikaf bersama sambil menyimpan hubungan ekonomis dan sosial sebagai sesuatu yang seolah tidak ada kaitannya dengan memeluk doktin NU. Kenang, kenanglah dulu Muassis NU mendirikan perkumpulan perekonomian bernama Nahdlatul Tujjar. Untuk apa? Yakni untuk memperkuat kemandirian ekonomi, demi memperkuat bumi putera, demi kebangsaan, dan peradaban.

Menghidupkan Gus Dur

Di penjuru bumi Bandar Lampung tempat asyik Muktamar NU Ke-34 berlangsung, saya menemukan pemandangan yang luar biasa yaitu baliho-baliho bergambar Gus Yahya dengan tulisan ‘Menghidupkan Gus Dur’. Sekali lagi keren tenan! Gus Yahya pernah berkata Gus Dur adalah idealisme, Gus Dur adalah visi. Begitu mendalam ia meresapi pikiran Gus Dur, merasuk dalam aliran darah menjadi kebulatan tekad untuk menggerakkan, menghidupkan Gus Dur di era digital baru.

Semua idealisme dan visi Gus Dur dikhidmatkan untuk menciptakan peradaban umat manusia yang mulia, kemanusiaan inklusif. Menerangi gelap langit sejarah kemanusiaan. Idealisme Gus Dur menjadi cahaya. Menghadirkan jutaan Gus Dur-Gus Dur baru, yang siap sedia menjadi api peradaban umat manusia. Gus Dur selalu bersama kita. Gus Dur adalah

the great man, demikian yang bisa kita petik dari uraian Allahuyarham KH. Jalaluddin Rakhmat dalam buku Rekayasa Sosial; Reformasi atau Revolusi (2021).

Sebuah perubahan besar dalam sejarah dunia tidak hanya ditentukan oleh kekuatan pribadi, poros individu sebagai agen sejarah. Baik secara teoritis maupun praktis perubahan besar terdorong oleh agregasi berbagai faktor yang membentuk kekuatan besar untuk memfasilitasi sebuah kejatuhan dan kemunculan geng politik baru yang ditindas dan disingkirkan. Sebagaimana yang dialami NU yang memang tidak diharapkan oleh kekuatan oligarki di bumi Indonesia. Thomas Carlyle, ahli sejarah dari Inggris abad ke-19 berfatwa, “Sejarah, pada dasarnya merupakan sejarah orang-orang hebat.”

Gus Dur adalah sebuah contoh utama. Sejarawan Inggris itu adalah pecinta the great man theory. Hal tersebut sangat kontras dengan kaum materialis, yang mengatakan bahwa perubahan sejarah itu dimulai dari teknologi serta distribusi barang dan jasa sebagai sumber perubahan sosial. Bahkan kaum idealis bersabda bahwa ide dan gagasanlah yang mencipta perubahan sosial.

Postulat the great man theory membumikan jejak manusia besar sebagai epicentrum dari segala perubahan sejarah dunia. Kehadiran pahlawan adalah prototipe manusia besar yang merubah dan membalik sejarah. “And I said: the great man always acts like a thunder. He storms the skies, while others are waiting to be stormed,” ucap Thomas Carlyle saat menggoreskan postulat teoritis tentang ‘manusia besar’ dalam panggung sejarah manusia. 

Saya katakan bahwa manusia besar selalu seperti halilintar yang membelah langit, dan manusia yang lain hanya menunggu dia seperti kayu bakar. Dan sosok Gus Dur adalah sekali lagi sebuah contoh utama di negeri tercinta.  Dari segenap pergerakan pemikiran dan tindakannya dilipat dalam hasrat untuk mendirikan ‘Republik bumi di surga’. Dengan menjadikan kemanusiaan sebagai tujuan pertama dan utama, maka pemikiran apapun takkan jadi ideologi yang tertutup dan mendebarkan bagi nyawa manusia. Gus Dur adalah katalis perubahan, pengamal cinta kemanusiaan tanpa batas, seperti yang diteladaninya dari Nabi Muhammad Saw.

Dalam kamus politik, untuk menjadi manusia-manusia hebat sebagai tokoh politik Indonesia yang menjulang tinggi ke langit, seseorang mesti memiliki salah satu dari 7 (tujuh), yaitu laras senjata, bakat, kharisma (silsilah), kemampuan organisasi, manipulasi politik, pengetahuan kuasa dan kapital besar. Ibu Megawati adalah contoh politisi yang mengandalkan karisma ayahnya dan massa pengikut Soekarno. KH. Zainul Arifin, Ali Moertopo, Sarwo Edhie Wibowo, LB Moerdani, Subhan ZE, Akbar Tanjung jadi teladan baik dari jalur kemampuan berorganisasi baik sipil maupun militer. Nah, Gus Dur menjulang namanya sebagai tokoh sosial dan politik, yang menggabungkan dan melewati jurus-jurus kekuasaan yaitu karisma, bakat, pengetahuan dan kekuatan besar NU (Nahdlatul Ulama). Kekuatan kharisma setara dengan charity (kedermawanan) dipandang filsuf politik Max Weber (1864-1920) sebagai kualitas diri, karakter yang memiliki kekuatan supranatural, berasal dari dukungan ilahi sebagai teladan hidup manusia setelahnya.

Atas dasar inilah Gus Dur diperlakukan sebagai pemimpin politik. Bagaimana mungkin Soeharto yang dipersenjatai laras senjata dan uang besar dari para kapitalis internasional tumbang dengan tersenyum tanpa dendam kepadanya. Gus Dur dalam pandangan pakar strategi militer bernama Joseph Nye berhasil menggabungkan kekuatan lembut (softpower) dan kekuatan berat (hardpower) untuk mendapatkan kekuatan cerdik yang memungkinkannya mengubah jalannya politik serta menciptakan perubahan arah baru Indonesia. Misalnya perubahan militer kembali dalam barak sejarah yang dipeloporinya, keputusan mengangkat Baharuddin Lopa sebagai Jaksa Agung, pemberantasan korupsi Soeharto, memeriksa Akbar Tanjung, Arifin Panigoro dan konglomerat hitam, menaikkan gaji pegawai negeri sipil dan lainnya.

Namun, totalitas perjuangan Gus Dur jadi Presiden RI harus dibayar dengan kejatuhannya, seperti pernyataannya bahwa pelengserannya merupakan konspirasi politik dan tindakan yang inkonstitusional. Namun, Gus Dur tidak dendam, tidak punya musuh politik. Soeharto adalah partner politik utamanya, bukan musuh politik yang banyak disalahpahami. Kemanusiaan haruslah di atas segalanya, walaupun risikonya, kekuasaannya dijatuhkan oleh kekuatan hitam; tanpa pertumpahan darah, tanpa benci dan dendam atas nama kebaikan negeri. Inilah legacy Gus Dur. Gus Dur memiliki karakter, beda dengan kita-kita saat ini Mas bro.

Ya, Gus Yahya bertekad menghidupkan Gus Dur. Ia sudah berdiri di pundak Gus Dur, berdiri di bahu raksasa untuk menggapai matahari. “If i have seen further, it by standing on the shoulders of giants,dawuh Sir Isaac Newton. Sah-sah saja beliau, kalau memang niatnya baik membangun peradaban umat manusia yang mulia.

Sebagai penyenang hati, tentunya insya Allah transformasi NU di abad kedua bisa terwujud, asalkan Gus Yahya dengan slogan indahnya yaitu menghidupkan Gus Dur dimaterialkan secara serius dalam kenyataan, hari demi hari. Sesuatu banget menghidupkan Gus Dur. Apa itu?  Menghidupkan Gus Dur-Gus Dur baru di era kekinian dengan pusparagam problem kemanusiaan yang menyayat hati, mulai dari urusan toleransi beragama, peperangan, kekerasan sampai perihal serbuan ideologi transnasional terhadap Pancasila. Bahkan persoalan global yang menjerat umat manusia di seluruh penjuru benua Asia, Afrika hingga Amerika yang belum teratasi hingga kini, yakni kelaparan, perang, dan wabah, sebagaimana dikatakan filsuf kenamaan, Yuval Noah Harari.

Bisakah Gus Yahya memberikan pikiran besarnya untuk melewati negatifitas zaman? Menurutmu piye Wak Kaji? Bisa iya, bisa tidak! Tapi kata temen ngopi, Gus Yahya bisa bro. Syaratnya Gus Yahya 100 % seperti Gus Dur, yaitu bertindak sebagai ‘orang gila’ dalam panggung sejarah. Gus Yahya mesti melakukan transformasi abad kedua NU di tengah pertengkaran geopolitik global di antara para raksasa dunia, yakni Cina dan Amerika, Saudi Arabia dan Iran.

Saya imani Gus Yahya sudah baca pikiran Morgenthau tentang politik perimbangan kekuatan (balance of power politics) di antara bangsa-bangsa. Dalam bukunya Politics among Nations yang berkisah politik perimbangan kekuatan merupakan jaminan objektif bagi keamanan dan perdamaian dunia. Jangan sampai terjadi perang besar kembali. Setiap kali mereka kobarkan api perang itu, Tuhan akan memadamkannya. Dan Gus Yahya sudah menyadarinya, apa yang harus dilakukannya untuk peradaban umat manusia yang mulia. Banyak pihak mengatakan Gus Yahya sudah ‘menemukan kembali roda’ (re-invent the wheel), yakni menggerakkan firman-firman Tuhan agar manusia mengambil pelajaran dari umat-umat yang telah lewat. Keren!

Kishore Mahbubani dalam bukunya The Great Convergence, Asia, The West and The Logic of One World (2013), mengatakan di panggung global ada tujuh kontradiksi yang mengganjal terciptanya kehidupan serta kerja sama global yang harmonis, misalnya The West versus The Rest, Expanding China versus a Shrinking World dan Islam versus The West.

Belum lagi problem selama ratusan tahun posisi Yerussalem, Israel dan Palestina yang sangat krusial dalam konteks hubungan Barat dan Islam. Masalah genting tersebut menjadi obyek perebutan antara penganut Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiga Abrahamic Religion itu mempunyai referensi emosi dan keyakinan agama yang kuat  detik ini. Tentunya Gus Yahya sudah memahami tantangan berat zamannya. Sebagaimana Gus Dur dan Kiai Said Aqiel Siraj yang pernah memimpin NU menghadapi zamannya sendiri. Bisa jadi kini Gus Yahya tengah meresapi petuah KH. Wahid Hasyim, “Membaca sejarah itu penting, tetapi membuat sejarah itu lebih penting.” Mantap Gus!

Jadi tawarannya, kita semua anjurkan kepada Gus Yahya untuk segera menelurkan hal-hal yang bisa membuatnya dianggap ‘orang gila’. Karena perubahan besar hanya bisa dilakukan oleh dua orang, yaitu orang gila dan orang iseng. Orang gila dalam sejarah dunia disebut the great man (manusia besar). Di titik inilah Gus Yahya insya Allah bisa karena ia kader terbaik Gus Dur. Ia insya Allah mampu melaksanakan apa yang pernah dikatakan Bung Karno, “Samen bundeling wan alle krachten van de natie”, pengikatan bersama seluruh kekuatan bangsa. Katakanlah sebagai konsolidator kekuatan NU, berbagai komponen bangsa dan faksi-faksi madzhab di era kekinian. Gus Yahya insya Allah bisa berperan jadi pembina kesepakatan (consensus builder). Percaya ndak you? Kalo ngga percaya, ditinggal nonton Drakor Gong Yoo dan film Bollywood Sanjay Dutt aja ya! Kalau masih ngga percaya, nonton sinetron Layangan Putus. Ampun! Ngeri!

Apa maunya Gus Yahya?

Nah, lalu apa maunya Gus Yahya sebagai Ketum PBNU kini? Sahabat-sahabat ngopi pastinya kan sudah tahu, visi misi dan gagasan top markotop putra terkasih Al-Mukarrom KH. Cholil Bisri dari Rembang. Salah satunya kita bisa mengetahui dalam karyanya berjudul PBNU (Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama, 2021). Tentunya juga dari pidato, ceramah dan kajian-kajian dari penulis-penulis perihal sepak tejangnya dalam konteks kebangsaan Indonesia dan perdamaian dunia.

Apakah Gus Yahya bisa mewujudkan pikiran besarnya? Termasuk soal menerangi kegelapan peradaban dunia dan memperkuat kembali tekad Nahdliyyin sebagai pendiri bangsa, owner negara ini? Banyak pihak mengatakan, tentunya pasti belum tentu bisa. Gus Yahya juga masih menghadapi masalah serius di internal NU. Belum lagi menjalin silaturrahim kepada jaringan dzuriyat Nabi Muhammad Saw, yakni para Habaib di seluruh dunia sebagai tindakan utama Ukhuwwah Islamiyyah.

Jangan sampai komitmen untuk mewujudkan peradaban dunia yang damai, ramah dan toleran menyisakan peradaban luka pada jarak radius terdekatnya. Buat apa meneriakkan Islam humanis dan Islam ramah di penjuru dunia lintas agama Yahudi dan Nasrani, tetapi membiarkan sesama saudara kaum Musliminin terluka, menggores luka peradaban. Apa seperti itu yang dimau? Semoga saja mboten nggih!

Gus Yahya mesti bisa merasakan apa yang pernah dahulu dirasakan sang revolusioner Karl Marx, yakni merasakan suara hati dalam rumah kaumnya sendiri. Bukan bertindak seperti filsuf Hegel yang hanya melihat rumah-rumah kaumnya dari atas gunung indah. Apalagi melihatnya dari kaca bening di Jet pribadi. Ampun dan ngeri! Terus transformasi NU piye?

Sahabat fillah, monggo sruput kopi dulu!

Sosok Jakoeb Oetama pemimpin Kompas tahun 1999 pernah berkata tentang Gus Dur saat jadi Presiden RI, jadi inspirasi bersama semua anak bangsa. Legacy of Gus Dur bisa kita amalkan dalam kehidupan berbangsa. Gus Yahya pasti tahu dan bertekad mengamalkan apa yang dikatakan Pak Jakoeb. “Lompatan kultural yang banyak diharapkan dari Gus Dur sebagai Presiden ialah agar lewat sikap dan perilaku hidupnya yang cenderung asketis, bebas asketis dan kemelakatan materi. Gus Dur dapat memotong tumit Achilles, yakni simpul mati yang mengikatkan kekuasaan dengan kekayaan lewat salah guna kekuasaan, wewenang, dan kesempatan.”

Apakah ikhtiar PBNU (Perjuangan besar Nahdlatul Ulama) Gus Yahya akan berhasil dan sukses? Tentunya hanya Gus Yahya yang tahu betul kemampuan dan kesaktiannya Wak Kaji. Kita yang penikmat kopi dan cerutu cukup mendo’akan, tak usah muluk-muluk bikin manifesto segala. Aya-aya wae, ngga jelas dan ngawang-ngawang di langit! Namun, kata Hannah Arendt, “Saya tak lagi berpendapat bahwa kita bisa jadi sekadar penonton.”

Apa yang terjadi pada masa depan NU dan NU masa depan, tetap Gus Yahya yang tentukan. Ia sudah mengalami pergolakan intelektual dan spiritual untuk “bangun dari selimut”. Ia akan bergerak, derap langkah memenuhi jihad intelektualnya memberesi problem of evils.

Ia ingin meneruskan jejak jejak pergerakan Ketua Umum PBNU sebelumnya agar warga Nahdliyyin jadi ceria, bahagia (happiness) dalam mengeja deru debu kehidupan, dan melewati ranjau globalisasi. Karena karakter warga Nahdliyyin, agak-agak mirip yang disampaikan Rutger Bregman dalam bukunya Humankind (2019), “Makin tebal jadinya. Tampaknya itu bukan kulit tipis, melainkan kapalan.”

Akhirul Kalam

Ketua Umum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf sudah menemukan garis start perjuangannya, mengikuti pikiran-pikiran terbaik dari Muassis NU. Sebagai intelektual sejati ia sudah menemukan cara menjadikan NU yang keren dan mendunia. Ia akan berperan, memiliki andil yang sangat besar untuk mengubah wajah peradaban dunia di masa kini dan masa depan, sekali ini dan untuk selama-lamanya”(once and for all).

Dengan tekad bergerak menghidupkan Gus Dur, ia akan mewujudkan idealisme dan visi Gus Dur, yaitu mewujudkan kemanusian universal yang lebih baik. Sekarang atau tak bakal pernah lagi. Now or never!

Pikiran besar dan imajinasi kakaknya Gus Ya’qut Cholil Qaumas (Menteri Agama RI), kiranya tepat seperti halnya diutarakan Martin Heidegger, “Langkah menuju masa depan selalu memerlukan antisipasi-antisipasi yang kita rancang di masa kini. Sementara rancangan itu tidak akan muncul begitu saja tanpa menampakkan kecemasan yang telah lama menghantui diri kita.” 

Dengan demikian, jika NU ingin bangun dari tidur panjangnya dan berperan dalam mencipta peradaban umat manusia yang mulia, kecemasan-kecemasan itu harus dibiarkan menyembul ke permukaan, yakni dengan gerakan menghidupkan Gus Dur. Walaupun saya sering diingatkan oleh pemikir Tiongkok pada tahun 1970-an, ketika ditanya tentang dampak Revolusi Perancis 1789,”Masih terlalu cepat untuk mengatakannya,” konon dia menjawab begitu.

Barangkali hal yang sama berlaku bagi peradaban. Apakah ide peradaban, ide Islam Humanis ala Gus Yahya ialah gagasan bagus, seger dan keren? Apakah Gus Yahya mampu mewujudkan semua itu; persaudaraan kemanusiaan, untuk Indonesia dan dunia. Masih terlalu cepat untuk mengatakannya, kecuali yang menulis Manifesto Gus Yahya. Maklumin aja optimisnya! Sunguh terlalu, kata Bang Haji Rhoma Irama.

Slogan indah Gus Yahya yaitu menghidupkan Gus Dur perlu pembuktian dari ujian sejarah. Semoga jauh dari peringatan Sayyidina Ali,”Kalimat yang Haq, tapi digunakan untuk tujuan yang bathil ”. Maka benar juga ucapan intelektual dari Meksiko bernama Mariano Azuela, “Thinker prepare revolution, bandits carry it out.

Gus Yahya adalah seorang pemikir, penggerak perdamaian global, alim ulama dan pemimpin besar Islam kaliber dunia yang sudah malang-melintang berhadapan dengan para serigala. Dalam setiap diri kita, berjaga-jaga segerombolan serigala. “Dunia serigala, dunia para asu,” kata Thomas Hobbes. Harapan umat, semoga Gus Yahya tidak kalah dan dirusak oleh pemburu kekuasaan, penipu berbaju agama, cendekiawan kakeane dan bandit-bandit politik yang mengitarinya dan sedang mendekatinya’. Naudzubillah mindzalik!

Dari pesantren ia datang, dan untuk cita-cita pesantren ia berjuang demi Indonesia kita dan peradaban umat manusia yang lebih mulia. Insya Allah! Tentunya dengan ngopi dan nyerutu asli Nusantara ya Gus.

Ala kulli hal, di manakah garis start kita? Garis start kita ialah melantunkan bait-bait mulia Kanjeng Sunan Ampel agar jadi warga Nahdliyyin yang berjiwa besar sebagaimana harapan pemimpin baru NU dari bumi pantura. Majelis wali songo bertutur, “Lir-ilir, lir-ilir tandure wis sumilir, tak ijo royo-royo.”

Sruputan terakhir di senja hari, saya tutup dengan do’a dari al-Mukarrom KH. Mustofa Bisri, “Ya Allah ya Tuhan kami Yang Maha Pengampun dan suka mengampuni, ampunilah kami, khususnya hamba-hamba Mu bangsa Indonesia. Ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa pemimpin kami.

Ya Allah, berilah kami pemimpin-pemimpin yang membawa menuju jalan-Mu dan anugerahkanlah kami rezeki yang membuat kami  menjadi mulia di dunia dan akherat.”

Rabbi fanfa’na bibarkatihim, wahdinal husna bihurmatihim.

Sruput kopi dulu Gus Yahya! Salam takzim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *