Oleh : Nurmelia Vetika Yunianti
Shalat Idul Fitri adalah salah satu amalan yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan umat Islam setelah satu bulan, selama Ramadhan, menjalankan puasa dan serangkaian ibadah lainnya.
Pada pagi hari setiap tanggal 1 Syawal, setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, anak kecil, dan orang dewasa, berbondong-bondong pergi ke masjid ataupun tempat dilaksanakannya shalat Idul Fitri. Namun, bolehkah seorang perempuan yang sedang haid ikut shalat Idul Fitri di masjid?
Untuk menjawab kebolehan perempuan haid ikut shalat Idul Fitri di masjid, jawaban dari salah satu Pendiri Aswaja Muda yaitu Ustadz Ahmad Muntaha di sebuah tayangan video NU Online merujuk pada sebuah hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah dalam Sunan Abu Dawud atau kitab hadis Ibnu Khuzaimah. Di hadis tersebut, Nabi bersabda : “Sungguh aku tidak menghalalkan masjid dimasuki bagi wanita yang sedang haid dan orang yang sedang junub.” Dilansir dari kompas.com Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh menyampaikan bahwa saat Idul Fitri, seluruh umat Islam disunahkan untuk hadir ke tempat shalat Idul Fitri dan bertakbir dengan mengagungkan nama Allah SWT. “Wajib bagi seluruh umat Islam, termasuk anak-anak dan wanita yang sedang haid untuk datang ke tempat shalat Idul Fitri,” ujarnya. Tetapi dalam penjelasan itu memiliki maksud yang mana wanita haid tidak boleh ikut shalat Idul Fitri hanya saja mereka bisa datang untuk ikut berkumpul dan mendengarkan khotbah selepas shalat ied.
Hal senada tersebut juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas. Anwar Abbas menyampaikan bahwasanya wanita yang sedang haid juga dianjurkan untuk datang ke tempat shalat Idul Fitri. “Salah satu amalan bagi wanita haid saat Hari Raya adalah dengan datang ke tempat shalat Idul Fitri untuk menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum Muslim,” ujarnya terpisah.
Hal tersebut sebagaimana dalam hadis berikut ini:
“Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk keluar pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, baik ‘awatiq (wanita yang baru baligh), wanita haid, maupun gadis yang dipingit. Adapun demikian wanita yang sedang haid, mereka memisahkan diri dari tempat pelaksanaan shalat dan mereka menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum muslimin.” (HR. Imam Bukhari no.981 dan Imam Muslim no.890).
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ ابْنِ عَوْنٍ عَنْ مُحَمَّدٍ قَالَ قَالَتْ أُمُّ عَطِيَّةَ أُمِرْنَا أَنْ نَخْرُجَ فَنُخْرِجَ الْحُيَّضَ وَالْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ قَالَ ابْنُ عَوْنٍ أَوْ الْعَوَاتِقَ ذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلْنَ مُصَلَّاهُمْ.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu ‘Adi dari Ibnu ‘Aun dari Muhammad berkata, “Ummu ‘Athiyyah berkata, “Kami diperintahkan untuk keluar, maka kami keluarkan pula para wanita yang sedang haid, gadis remaja dan wanita-wanita yang dipinggit. Adapun wanita haid, maka mereka dapat menyaksikan (menghadiri) jamaah kaum muslimin dan mendoakan mereka, dan hendaklah mereka menjauhi tempat shalat mereka (kaum laki-laki).” (HR. Imam Bukhari : 981)
و حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَ.
Dan telah menceritakan kepada kami Amru An Naqid, telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Hafshah binti Sirin dari Ummu Athiyyah ia berkata, Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada kami agar mengajak serta keluar melakukan salat Idul Fitri dan Idul Adha para gadis, wanita haid dan wanita yang sedang dipingit.
Adapun mereka yang sedang haid tidak ikut salat, namun turut menyaksikan kebaikan dan menyambut seruan kaum muslimin. Saya bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah, di antara kami ada yang tidak memiliki baju.” Beliau menjawab, “Hendaknya saudaranya yang memiliki jilbab memakaikannya. (HR. Imam Muslim : 890)
Dari hadis di atas, dapat dipahami bahwa wanita haid disyariatkan untuk tetap menghadiri shalat ied, hanya saja ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan, yaitu :
• Ia tidak boleh berada di daerah/tempat yang digunakan untuk shalat. Dia berada di belakang, yang memungkinkan baginya untuk mendengarkan khutbah ied.
• Jika shalat ied nya di masjid maka dia tidak boleh masuk masjid, menurut pendapat yang rajih dari para ulama. Hal ini karena wanita haid termasuk orang yang junub, yang dilarang masuk masjid.
• Ia tidak boleh ikut shalat Idul Fitri bersama jama’ah, karena wanita haid tidak diperboleh melaksanakan shalat dalam keadaan apapun.
Menurut para ulama besar, dan ahli fiqih, Imam As-Syaukani disampaikan bahwa Rasulullah SAW juga menyuruh wanita-wanita yang sedang haid untuk keluar. “Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid agar menjauhi shalat dan menyaksikan kebaikan serta panggilan kaum muslimin. Bahkan beliau menyuruh wanita yang tidak mempunyai jilbab agar saudaranya meminjamkan jilbab.”
Ketika berdo’a wanita yang sedang haid tetap bisa ikut berdo’a bersama, saat menghadiri shalat Ied wanita harus memperhatikan penampilannya untuk selalu menutup aurat. Selain itu tidak menggunakan barang yang berlebihan dan tidak berhias berlebihan, agar tidak menimbulkan fitnah atau menarik perhatian lawan jenis.
Panggilan ini didasarkan pada berbagai hadis shahih yang jelas dan tegas menganjurkan para perempuan menghadiri shalat ied. Salah satu teks hadis adalah riwayat Imam Bukhari berikut ini :
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ الْعِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا حَتَّى نُخْرِجَ الْحُيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ (صحيح البخاري، رقم: 979). وفي رواية: أُمِرْنَا أَنْ نَخْرُجَ فَنُخْرِجَ الْحُيَّضَ وَالْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلْنَ مُصَلاَّهُمْ
(البخاري، رقم: 989).
Artinya, “Dari Umm ‘Athiyah ra berkata: “Kami (para perempuan) diperintahkan (Nabi Saw) untuk keluar (rumah) pada hari raya, sehingga kami ajak keluar juga para perawan yang sedang dipingit dan mereka yang sedang menstruasi juga, lalu mereka akan berada di belakang jamaah, ikut bertakbir dan berdoa bersama mereka, mengharapkan keberkahan dan kesucian hari raya,” (Sahih Bukhari, no. 979).
وفي رواية: أُمِرْنَا أَنْ نَخْرُجَ فَنُخْرِجَ الْحُيَّضَ وَالْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلْنَ مُصَلاَّهُمْ (البخاري، رقم: 989).
Riwayat lain: “Kami (semua perempuan) diperintahkan untuk keluar rumah, dan kami ajak keluar juga para perempuan yang sedang menstruasi, yang muda-muda, dan yang sedang dipingit. Namun, yang sedang menstruasi hanya ikut hadir dan berdoa bersama jama’ah, dan menjauhi tempat shalat mereka” (Sahih Bukhari, no. 989).
Jadi kesimpulan yang dapat kita ambil adalah wanita yang sedang haid hukumnya jelas tidak boleh untuk ikut shalat Idul Fitri. Tetapi apakah boleh wanita haid mendatangi masjid atau tempat shalat Ied untuk mendengarkan khutbah Idul Fitri? Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat.
Ada ula yang menyatakan pendapat tidak boleh karena perempuan sedang haid dilarang masuk masjid, tapi juga ada pendapat ulama yang mengatakan perempuan haid boleh saja masuk masjid meskipun sedang haid. Kehadiran seorang wanita yang sedang haid hanya sebatas untuk mendengarkan khutbah Idul Fitri dan tidak ikut shalat Idul Fitri.
“Wanita yang sedang haid dan datang ke tempat shalat Idul Fitri, masih bisa mendengarkan khutbah Idul Fitri, membaca takbir sebelum shalat dilaksanakan, dan dzikir-dzikir yang tentu tidak dilarang bagi wanita yang sedang haid,” Pungkas Ustadz Muntaha.