Ngeles! Edy Mulyadi PKS Makin Bikin Marah Dayak dan Kalimantan

Jakarta, Liber Times–Tak lama Edy akan ditangkap. Tak bisa tidur pasti. Justru Edy Mulyadi tambah bikin rakyat Kalimantan marah! Minta maaf. Tapi dia ngeles. Tidak mengakui perbuatan bejatnya.

Itulah kelakuan kader PKS Edy Mulyadi. Artinya, permintaan maafnya disertai justifikasi. Pembenaran. Seluruh konteks kesalahan dia anggap benar. Kegilaan. Dan, logical fallacy. Kegagalan logika.

Orang Dayak paham betul. Kalau bukan manusia Khawarij, penganut paham Ikhwanul Muslimin dan Wahabi, Edy tidak akan melakukan hal tersebut. Kelakuan sengaja menghina, mengancam, menantang dianggap hal biasa. Karena DNA Edy memang seperti itu.

Jelas. Catatan digital Edy adalah tukang fitnah sistematis, terstruktur, dan masif. Dia masuk dalam inti jantung strategi PKS. Buktinya? PKS membela lewat Tifatul Sembiring, idiolog PKS yang terkenal bermulut nyinyir tanpa batas. Persis sama dengan Hidayat Nur Wahid pengagum pentolan ISIS Yusuf
Qaradawi. Edy pun adalah simpatisan organisasi teroris FPI.

Kegilaan karena Edy Mulyadi merasa wakil masyarakat Sunda, maka dia memakai udeng khas Sunda. Jelas kamuflase untuk menyeret urang Sunda agar berhadapan dengan Kalimantan. Dayak. Itu scenario adu domba. Padahal sehari-hari dia adalah cingkrang dan pembenci kebudayaan Indonesia.

Mulut busuk Edy dan yang membela seperti Tifatul Sembiring PKS adalah sebuah strategi. Pertama dia ingin menunjukkan kekuatannya. Persis seperti Munarman yang menantang polisi. Karena di belakang Edy Mulyadi ada orang macam Tifatul Sembiring. Jadi merasa sangat kuat.

Kekuatan itu pernah ditunjukkan ketika dia menjadi pemicu aksi parade bendera Tauhid yang merusak sendi keberagamaan. Kala itu kekuatan FPI (2019) tengah kokoh. Bendera HTI yang dibakar pun diubah sebagai bendera Tauhid. Dia memanfaatkan sentiment agama untuk tujuan politik.

Padahal Islam tidak mengenal bendera Tauhid. Bendera Tauhid adalah alat untuk mengelabuhi publik. Sekaligus untuk menantang orang. Siapa pun yang menyerang bendera HTI akan disebut menyerang Islam.

Suatu adu domba luar biasa. Kegilaan ala Edy Mulyadi. Edy Mulyadi bukan pencinta budaya Sunda. Dia mengenakan udeng iket Sunda untuk tujuan merusak budaya Sunda: dengan mulut bejatnya. Udeng iket Sunda digunakan sebagai kedok. Pasti orang Sunda marah juga.

Jadi tak salah masyarakat Dayak makin marah besar. Tuntutan pengadilan adat masyarakat Dayak menjadi masalah besar bagi Edy Mulyadi. Edy harus menjalani pengadilan adat. Prosesnya panjang.

Meski hasilnya akan sangat bijaksana bagi Edy Mulyadi. Namun, sejak saat itu Edy Mulyadi kader PKS ini akan menjadi sampah politik seperti Buni Yani. Sengsara. Nestapa. Papa. Ya karena menjadi sampah politik. Mengikuti jejak Munarman. Dibui,

Polda Kalimantan Timur pun sibuk mengurus Edy Mulyadi. Begitu pula Mabes Polri. Karena sejatinya yang dilakukan oleh Edy Mulyadi bukan ujaran kebencian biasa. Ini khas PKS. Khas Wahabi. Khas Ikhwanul Muslimin. Yakni melakukan fitnah lalu meminta maaf.

Yang penting tujuan membuat kisruh dan keresahan sosial tercapai. Itulah niat dasar Edy Mulyadi. Dia menyebarkan fitnah. Kalau ditekan publik, minta maaf. Selesai.

Pikirnya. Atau dia menebar fitnah kasus penembakan terhadap 6 teroris FPI di KM 50. Karena dia kuat maka Polri pun gagal menciduk Edy Mulyadi.

Nah, merasa besar, dengan didampingi orang macam Ahmad Khozinudin HTI dan Azam Khan simpatisan HTI dan pengacara Rizieq Shihab, dia melempar fitnah kebencian. Targetnya Jokowi. Dengan bonus menghina Prabowo dan rakyat Kalimantan. Dayak.

Dengan latar belakang seperti itu. Edy Mulyadi akan ditangkap Polisi. Dan, tidak aka nada yang membela. Karena yang membela dia adalah PKS atau teroris atau HTI. Dia sendirian menunggu 10 tahun penjara.

Begitulah Edy Mulyadi yang meminta maaf namun ngeles. Tak mengaku salah. Jangan kendor Pak Polisi. Jangan kendor Kalimantan. (Penulis: Ninoy Karundeng).

Exit mobile version