Pekalongan, Liber Times-Dalam pidato Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI ) 17 Agustus 1966, Presiden Soekarno menyampaikan idiom yang sangat terkenal sampai saat ini, yaitu Jasmerah akronim dari Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Indonesia sebagai sebuah negara merdeka tidak didapatkan secara cuma-cuma, akan tetapi diperjuangkan melalui para pahlawan dan syuhada yang telah ikhlas menginfakkan harta dan jiwanya untuk kemerdekaan yang kelak akan dirasakan oleh anak cucunya.
Sebagai generasi yang mungkin tidak ikut berperang dan berjuang mempertahankan kemerdekan Republik Indonesia, seringkali kita alpa dan menganggap remeh makna kemerdekaan itu sendiri. Habib Luthfi bin Yahya dalam suatu ceramahnya yang sarat akan nilai-nilai cinta tanah air selalu berpesan kepada generasi muda untuk selalu bersyukur atas karunia kemerdekaan yang telah Allah berikan kepada kita. Wujud syukur tersebut bisa dilakukan dengan berziarah ke makam-makam pahlawan untuk mendoakan dan meneladani nilai-nilai perjuangan mereka.
“Salah satu cara supaya generasi muda saat ini bisa memaknai arti kemerdekaan yaitu dengan mendatangi makam-makam para pahlawan. Yang Islam silakan gelar doa bersama disitu, Tahlilan-Yasinan untuk mendoakan para pahlawan, semaan Qur’an kalau perlu. Yang agama lain silakan datang dan berdoa dengan cara yang dianut masing-masing agamanya,” tutur ulama kharismatik asal Pekalongan tersebut.
Tokoh yang juga sebagai pimpinan Jamiyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah (JATMAN) tersebut berpesan kepada para orangtua untuk aktif mengenalkan pahlawan-pahlawan nasional yang telah bahu membahu berjasa memerdekaan Republik Indonesia sehingga anak-anak paham dengan sejarah bangsanya yang diharapkan muncul kecintaan untuk mengisi kemerdekaan dengan hal yang positif.
“Ajak anak-anak kita ke makam para pahlawan. Anak-anak tentu mengerti bahwa mereka adalah orang mati, tidak akan menyembahnya. Jelaskan ini pahlawan namanya kopral siapa, ini adalah pahlawan. (Sebagai contoh) Makam ini adalah makam pahlawan tak dikenal. Kenalkan para pahlawan pada anak-anak sejak dini agar mereka paham bahwa kemerdekaan ini bukan hadiah. Dan agar dalam diri anak-anak tumbuh kecintaan pada bangsa. Rasa cinta yang kuat pada bangsa ini lebih dahsyat dari nuklir sekalipun.” terang Habib Luthfi.
Tak bosan-bosan, dalam setiap ceramahnya Habib Luthfi mengajak kepada masyarakat untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya di acara resmi kenegaraan saja, namun di setiap acara-acara sosial dan kemasyarakatan. Habib Luthfi berpendapat bahwa lagu kebangsaan tersebut jangan sampai disepelekan karena di tengah arus terkikisnya nasionalisme lagu kebangsaan tersebut menghentak hati seluruh masyarakat Indonesia untuk memiliki sifat handarbeni (memiliki) karena bagaimanapun Indonesia ini adalah rumah bersama, dan setiap masyarakat memiliki tanggung jawab bersama untuk memajukan negaranya dengan cara masing-masing.
“Sikap cinta tanah air juga harus dibangun di seluruh lini dan elemen masyarakat. Pembacaan Pancasila dan menyanyikan lagu Indonesia Raya harus benar-benar dibudayakan. Menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan Pancasila jangan hanya pada kegiatan atau upacara resmi saja. Sebisa mungkin dalam agenda apapun baik agenda sosial maupun agenda kemasyarakatan, harus dibudayakan untuk menyanyikan lagu kebangsaan. Pentingnya lagu kebangsaan dan pancasila ini tidak boleh disepelekan. Sekali saja kita menyepelekan lagu kebangsaan dan pancasila, akan muncul rasa tidak handarbeni, dan akan menjadi penyebab merosotnya nasionalisme bangsa dan kecintaan generasi muda pada tanah airnya,” ungkap pimpinan majelis shalawat Kanzus Shalawat tersebut.
Habib Luthfi menambahkan, bahwa dasar dari mencintai tanah air adalah seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadisnya. Hal ini menegaskan bahwa cinta tanah air tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
“Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “Aku cinta Arab karena aku adalah bangsa Arab.” Ungkapan kecintaan Nabi pada bangsanya adalah bukti bahwa cinta pada tanah air adalah berdasar dan mempunyai dalil (hadits), pungkas tokoh yang belum lama ini didaulat sebagai Forum Sufi Internasional itu.