Aksi Teror Bukan Jihad, tapi Jahat

Ilustrasi teror

Jakarta, Liber Times-Sudah belasan tahun negeri kita Indonesia dilanda berbagai aksi teror para kelompok teroris dalam beragam wajah. Potret negeri kita pun seperti ruang ternak bebas bagi para makhluk bersenyawa lalim tersebut. Bukan saja merusak bangunan dan fasilitas umum, para pelaku pun tak segan-segan mengebom mereka yang tidak tahu apa-apa.

Aksi semacam itu, kerap dilabeli sebagai aksi jihad yang dimaknai secara dangkal dan hanya sesuai selera nafsu kelompoknya. Seakan-akan mereka lebih paham teks agama yang suci, lalu menepikan keragaman pemahaman pada kelompok yang lain. Mereka pun menempatkan kelompok yang berbeda sebagai musuh yang layak dihabisi tanpa pandang bulu.

Bagi mereka, pemahaman mereka atas teks agama adalah final dan selalu benar, sementara yang lain salah dan tak ada peluang untuk benar. Penghakiman atas pemahaman kelompok yang berbeda pun sudah menjadi inti ajaran mereka. Pemahaman semacam itu diinternalisasi dan dijadikan patokan dalam melakukan aksi teror. Bukan saja pada umat yang seagama tapi juga kepada umat yang berbeda agama.

Pada suasana masa pandemi: Covid-19, aksi teror dalam bentuk aksi pengeboman kembali terjadi. Kini terjadi di depan Gereja Katedral yang berlokasi di Jalan Kajaolalido, Kota Makasar-Sulawesi Selatan. Ledakan terjadi hari ini Ahad 28 Maret 2021 sekitar pukul 9.28 WIB atau 10.28 WITA, pada saat jamaah Gereja sedang menunaikan acara keagamaan.

Entah siapa dan apa motif pelakunya, serta dari mana ia berasal. Aparat kepolisian dan Densus 88 masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Diduga kuat pelakunya menggunakan motor sembari membawa bom lalu meledak pada saat ditahan oleh petugas keamanan di pintu masuk gereja. Pelakunya pun diduga kuat sudah meninggal di tempat kejadian.

Seperti biasanya, korban pun berjatuhan. Selain pelaku, juga petugas gereja, beberapa jamaah dan kendaraan yang diparkir di dekat tempat kejadian. Situasinya agak mencekam dan berpenuh asap, namun kini sudah mulai terkendali karena kesigapan aparat kepolisian dan Densus 88 yang seketika datang mengamankan lokasi tempat kejadian.

Apapun itu, kita bersepakat bahwa aksi teror adalah aksi teror. Itu bukan jihad dan bukan perbuatan baik yang mendapatkan nilai pahala. Ia adalah perbuatan dosa dan salah. Ia adalah bentuk tindakan kriminal yang tidak bisa dimaafkan. Siapa dan apapun korbannya, tindakan yang merusak dan menakut-nakuti adalah tindakan biadab dan tak patut.

Aksi teror atau pengeboman sama sekali tidak sesuai dengan nilai dan prinsip ajaran agama dan Pancasila. Bahkan tidak searah dengan nalar akal sehat manusia. Agama terutama Islam adalah agama yang rahmat bagi semesta alam. Ia mengandung nilai dan prinsip yang luhur. Toleran pada yang berbeda, hormat pada keragaman, dan menghadirkan kedamaian bagi seluruh umat manusia.

Karena itu, siapapun pelaku aksi teror, dari mana pun asal kelompoknya, adalah teroris biadab yang tak boleh diberi kebebasan di hadapan hukum. Jejaring kelompok semacam itu mesti dibongkar dan dihadapkan di hadapan hukum, agar mereka mempertanggungjawabkan semuanya di hadapan hukum sesuai hukum yang berlaku.

Kita juga layak pertegas bahwa aksi teror bukanlah aksi jihad. Aksi pengeboman semacam itu adalah bentuk tindakan onar sekaligus kriminal yang mesti dilawan oleh seluruh elemen bangsa. Tak ada ruang untuk memaafkan mereka yang terlibat, sebab kejadian semacam ini bukan sekali tapi sudah berkali-kali. Itu bermakna mereka sudah tidak punya niat baik dan tidak mau melakukan dialog atau cara-cara damai. Mereka layak diperangi, dengan aparat keamanan sebagai elemen terdepannya.

Sementara jihad adalah aksi suci yang bisa dilakukan dengan syarat-syarat yang berpijak pada landasan agama atau syar’i, bukan dengan cara teror dan tujuan teror. Jihad adalah terminologi sekaligus ajaran mulia, yang pelaksanaannya mesti memenuhi standar kepatutan dan tidak menghadirkan kekacauan bagi kehidupan publik luas. Aksi teror dan jihad pun sangat berbeda dan memang tidak akan pernah sama. Selamanya. Teror ya teror, jihad ya jihad!

Penulis: Syamsudin Kadir (Penulis Buku “Indahnya Islam Di Indonesia” dan Wakil Sekretaris Umum DPW PUI Jawa Barat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *