Sejarawan Harus Berani Ambil Resiko

Jakarta, Liber Times–Profesi sejarawan yang berpegang pada asas – asas keobjektifan serta kejujuran berdasar data dan fakta yang ada membuat profesi ini memiliki beragam resiko yang bisa dikatakan menantang maut, setiap fakta yang diungkapkan pastilah akan menimbulkan pihak – pihak yang dirugikan merasa tidak puas, dan tidak segan untuk menghabisi seseorang yang “ membongkar “ fakta tersebut.

Menjadi seorang sejarawan adalah pekerjaan yang berat dan harus siap menanggung resiko, karena jika sejarah yang kita tulis merupakan “ sejarah pesanan “ berarti sejarawan itu sudah mencederai nilai luhur sebagai sejarawan yang jujur dan keobjektifan nya diragukan.

Ibarat ilmu hadis yang sangat teliti dalam meniliti sanad, matan, bahkan rawi, begitu juga dengan ilmu sejarah , segala informasi yang bersliweran tentunya belum sepenuhnya benar, harus dikroscek dulu, jangan sampai karena berita yang belum kita kroscek dan ternyata berita itu bohong, malah menimbulkan konflik kemasyarakatan.

Sejarah jika itu tidak ada data dan fakta nya maka pantang bagi seorang sejarawan untuk mengada – ada dan menuliskannya dalam sebuah tulisan.

Dalam suatu sesi diskusi, pernah kita sama – sama berfikir, buat apa kalau sejarah hanya membahas suatu masalah minimal 50 tahun yang silam, dan bagi saya itu berpotensi menjadi sejarah kering, dan tidak menimbulkan dampak yang signifikan dalam perubahan dan pembangunan bangsa.

Harusnya pembahasan sejarah tidak terbatas sekitar 50 tahun, seharusnya setiap ada konflik atau masalah kita sejarawan harus diberi ruang untuk menelitinya, dan sejarawan tidak perlu takut dengan resiko yang akan dihadapi nanti nya, yakinkan bahwa selagi kita dalam koridor kebenaran pasti akan diberikan kemenangan.

Dinno Brasco, penulis buku Indonesia dalam Secangkir Kopi dalam sebuah sesi diskusi pernah menyampaikan, menyampaikan sebuah kisah yang pasti berhubungan dengan masa lalu, haruslah dikeluarkan kisah itu secara apa adanya, jangan ditambah atau dikurangi,tidak usah memikir nanti bagaimana, karena jikalau kebeneran tidak diungkapkan dunia akan kacau, perbuatan jelek yang terorganisir bisa jadi menang dengan kebaikan yang tidak terorganisir.

Maka dari itu, dibutuhkan orang yang bermental baja untuk bagaimanapun kejujuran harus dijunjung setinggi – setingginya dan ditaati secara konsisten, jikalau kita hanya memikirkan resiko yang dihadapi, maka kita tidak akan dapat berbuat baik, hidup hanya sekali buatlah hidup mu bermakna.

Akhirnya, sejarawan sebagai garda terdepan dalam pengungkapan fakta yang tersembunyi sudah sepantasnya untuk mengambil bagian dalam perjalanan bangsa dengan tidak membatasi kajian sebuah peristiwa, jikalau peristiwa itu masih hangat dan kita mampu menghadirkan fakta itu sebagai solusi, dan mengabaikan semua resiko, itulah yang dinamakan sejarawan penantang maut, dan InsyaAllah itulah hidupnya sejarwan yang bermakna, sejarawan yang akan ditulis sejarah.

Penulis: Habibi Abdillah, Historian Muda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *