Pegiat Filantropi Jangan Bergaya Hedonis

Jakarta, Liber Times-Bagi seorang seperti saya, yang hidupnya tidak dapat dipisahkan dari kebaikan filantropi, menjadi suatu kajian yang menarik saat ada kabar launching dan diskusi buku tentang “Filantropi Islam” karya Dr. Amelia Fauzia, salah satu dosen di tempat saya menimba ilmu.

Indahnya berbagi sangatlah menjadi budaya untuk mewujudkan islam yang rahmatan lil alamin, dan sebenarnya juga banyak tokoh yang berhasil, bukan dari golongan atas juga, akan tetapi karena kerja keras dan bantuan lembaga filantropi, mereka banyak berhasil. Inilah yang menarik, bagaimana Filantropi Islam, khususnya di Indonesia, yang sudah menjadi budaya yang tak boleh lekang dimakan waktu, karena banyak sekali orang yang merasakan manfaatnya.

Berbicara tentang konsep filantropi dalam Islam pasti tidak dapat di pisahkan dari zakat, infaq dan sodaqoh, atau kalau di negara Finlandia disebutkan semakin tinggi jabatan maka semakin tinggi juga pajak yang dibebankan, dan konsep inilah yang melahirkan rasa kepedulian terhadap sesama manusia.

Sesungguhnya di dunia adalah tempat pertarungan di mana akan melahirkan kelompok yang menang dan kalah, sehingga menjadi suatu kewajiban, kelompok yang menang, dalam hal ini orang yang ekonominya lebih mapan harus menyisakan sebagian hartanya untuk kelompok yang kalah, dalam hal ini orang yang ekonomi nya kurang.

Sehingga kalau sistem itu dapat berjalan maka keseimbangan hidup akan tercapai. Menjadi menarik di sini adalah peran Filantropi dalam Islam khususnya di Indonesia dalam andil menyejahterakan umat manusia. Menurut hasil penelitian Dr. Amelia jikalau negara kuat, maka filantropi akan lemah. Karena negara terlalu ikut campur dalam ranah filantropi itu yang tentunya akan membuat filantropi melemah karena banyak di benturkan dengan masalah politik.

Filantropi di Indonesia sejak zaman dahulu memang sudah berkembang pesat, bahkan organisasi Muhammdiyah pernah bekerjasama dengan para pedagang di Cina untuk menyalurkan dana kemanusian yang nantinya digunakan untuk kegiatan sosial, seperti membangun tempat ibadah, memberi santunan kepada fakir miskin, dan untuk mengembangkan lembaga yang bersifat pendidikan maupun sosial. Karena kita tahu banyak sekali lembaga yang bersifat sukarela sehingga keberadaanya harus dibantu dengan dana – dana dari lembaga sosial tersebut agar tetap bisa eksis.

Tentunya kalau kita bicara tentang filantropi, sedikit banyak menyinggung instrumen penting dalam filantropi itu sendiri, yaitu tingkat pendapatan ekonomi dari suatu masyarakat, persamaan sejarah pada masa lalu membuat rakyat Indonesia sadar akan pentingnya persatuan dan kerukunan dalam bingkai besar masyarakat Indonesia.

Kemerdekaan yang dicapai bangsa Indonesia tidak serta merta hadiah dari penjajah Jepang, tetapi sebelum itu berapa banyak syuhada yang dengan segenap harta, benda, dan jiwa ia serahkan untuk kemerdekaan Indonesia, mereka tidak ingin anak cucu mereka hidup dalam kungkungan kolonialisme yang segala gerak gerik mereka terbatas dan penuh tekanan. Hal ini berbanding terbalik dengan negara – negara Jazirah Arab, mereka tidak mengalami revolusi industry seperti di negara – negara Barat, di mana negara barat dengan SDM yang sedikit dapat menggerakkan perekonomian dari konsumen menjadi produsen, karena mereka berfikir dan hasil berfikir mereka berhasil menciptakan mesin yang dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat serta tenaga kerja yang tidak banyak, serta ekonomi mereka bergantung dengan dunia Barat, dengan dikasih kipas – kipas kucuran dana asalkan mereka mendukung Barat menggulingkan kesultanan besar masa lalu, yaitu Turki Usmani, sehingga negara – negara Arab di kapling – kapling oleh sekutu dan setiap kapling dikuasai salah satu dari negara Inggris, Jerman, maupun Perancis.

Sebenarnya masyarakat Arab pernah maju dalam bidang ekonomi, tetapi dalam posisi yang tidak menguntungkan karena terjadi saat masih dalam kungkungan dinasti dan juga berhasil dan maju hanya dalam hal pertanian bukan dalam hal industri. Hal ini lah yang menjadikan kurang majunya semangat berfilantropi dalam dunia Islam khususnya di Jazirah Arab,dan Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar dunia memiliki kans besar sebagai motor penggerak Renaissance dunia islam yang moderat, santun, damai dan toleran sebagai wujud dari Islam yang rahmatan lil alamin.

Kesadaran inilah yang menjadi motor penggerak sesama warga negara Indonesia untuk bersatu padu membangun Indonesia yang maju, damai dan sejahtera, salah satunya dengan mendirikan berbagai yayasan, lembaga, yang bergerak dalam bidang pendidikan, pemberdayaan manusia agar bisa meningkatkan taraf hidup dengan ekonomi lebih baik, dan hal ini tentunya harus didukung lembaga filantropi yang hebat.

Mengapa terjadi kontestasi, antara masyarakat dan negara? Karena kalau kita lihat jikalau badan – badan filantropi yang di urusi oleh pemerintah, sering sekali terbentur dengan urusan politik sehingga walaupun badan filantropi ini untuk kepentingan bersama tapi pada akhirnya akan dipolitisasi, sebagai contoh yang mendapatkan bantuan dana dari golongan nya sendiri dan menafikkan golongan lain, sehingga tujuan dari badan ini menjadi keluar jalur.

Pun juga, dalam filantropi Islam diperlukan adanya pemahaman fiqh yang kontemporer sebagai contoh orang yang menerima zakat atau dana tidak melulu hanya delapan golongan yang telah ditentukan saja, akan tetapi perlu pendekatan kebhinekaan, dan jalan kebaikan bersama bisa disalurkan kepada orang diluar golongan itu, bahkan pada masa itu zakat dikeluarkan untuk seorang Tappa, yaitu orang Budha. Ini sangat penting dikaji agar kbhinekaan yang dari dulu kita jaga akan terus lestari dan menangkal paham radikalisme yang dewasa ini banyak masuk ke wilayah Indonesia.

Sebagai pekerja dalam lembaga filantropi hendaknya dia harus sadar diri bahwa uang yang ia dapat dari hasil sumbangan dari hasil donatur dan tidak menggunakan untuk hal yang tidak perlu, sebagai contoh Pak Azyumardi Azra pernah mengkritik pejabat lembaga filantropi yang naik pesawat bisnis sedangkan ia sendiri memakai pesawat ekonomi, inilah yang harus diperhatikan oleh para pekerja dalam lembaga filantropi jangan sampai dijadikan ladang bisnis bagi pribadi akan tetapi harus murni mendongkrak kesejahteraan umat.

Senada dengan itu Pak Komaruddin Hidayat juga menyebutkan hendaknya lembaga filantropi harus ada manajemen yang baik, walaupun dalam prinsip islam si pemberi sodaqoh tidak perlu mengungkit berapa banyak yang ia sodaqohkan, akan tetapi sebagai lembaga, proses itu harus dicatat sebagai bukti transaksi, pemasukan dan pengeluaran pun harus jelas kemana uang itu dipakai.

Terlepas dari permasalahan tersebut, yang memang semua permasalahan akan selalu muncul, Filantropi dalam Islam berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan umat secara menyeluruh sebagai perwujudan Islam yang rahmatan lil alamin,semakin membuka mata kita tentangnya indahnya saling berbagi, apakah kita bahagia seorang diri merasakan kenyamanan sedangkan tetangga kita merasakan kesengsaraan dan kelaparan?

Segala yang ada di dunia ini adalah hanya sebuah titipan yang bisa setiap saat akan hilang juga, berbagilah selagi sempat, begitulah indahnya Islam, karena manifestasi dari Filantropi dalam Islam adalah merayakan kehidupan bersama – sama dalam naungan rahmat Allah yang tidak terbatas.

Exit mobile version