Jakarta, LiberTimes — Kerusuhan dan aksi penjarahan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat, termasuk pengemudi ojek online (ojol), telah menimbulkan perhatian publik. Namun, menurut KH. Muzakki Cholis, Wakil Katib Syuriah PWNU DKI Jakarta, fenomena ini tak bisa hanya dipandang sebagai tindakan anarkis, melainkan sebagai cermin dari perilaku para elit politik dan pejabat negara yang sejak lama melakukan praktik serupa dengan skala lebih besar.
“Rakyat kecil hanya meniru apa yang mereka lihat dari atas. Kalau pejabat hobi menjarah harta negara, jangan heran bila rakyat pun menganggap menjarah bukan hal yang tabu. Bedanya, apa yang dijarah rakyat hanya sekadar untuk bertahan hidup, sementara pejabat menjarah demi memperkaya diri dan kelompoknya,” tegas KH. Muzakki Cholis.
“Perbedaan lainnya adalah para elit menjarah melalui konsep dan kebijakan yang kolutif dan nepotis, dipersiapkan secara matang bertahun-tahun, sementara rakyat menjarah secara spontan karena terpaksa, dalam situasi yang sangat memaksa mereka lakukan penjarahan itu,” tambahnya.
Beliau menegaskan, praktik penjarahan negara oleh elit bisa terlihat dari banyak kasus: perampokan dan penggundulan hutan, privatisasi laut, perampasan tanah rakyat, penambangan yang merusak seperti di Raja Ampat, hingga mega-korupsi di Pertamina dan BUMN lainnya. Semua itu merupakan bentuk nyata “penjarahan” sistematis yang jauh lebih merugikan dibandingkan apa yang dilakukan rakyat kecil dalam situasi tertekan.
Padahal, konstitusi sudah sangat jelas menegaskan. Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Namun kenyataannya rakyat justru lebih banyak ditimpa oleh kekerasan ekonomi: harga-harga yang mencekik, pendidikan yang mahal, pekerjaan yang sulit, dan tanah yang dirampas untuk kepentingan segelintir. Inilah pengkhianatan terhadap amanat konstitusi,” ungkapnya.
Lebih jauh, KH. Muzakki Cholis menilai, aksi rakyat yang meledak belakangan ini hanyalah puncak gunung es dari rasa putus asa, ketidakadilan, dan hilangnya teladan dari para pemimpin bangsa. Jika pola penjarahan oleh elit terus dibiarkan, maka fenomena serupa akan berulang dan berujung pada semakin runtuhnya kepercayaan rakyat terhadap negara.
“Sudah saatnya kita semua kembali pada cita-cita luhur para pendiri bangsa ketika Republik ini didirikan: negara untuk kesejahteraan seluruh rakyat, bukan untuk melayani kerakusan segelintir elit,” pungkas KH. Muzakki Cholis.
Salam damai untuk Bapak Presiden Prabowo.