Muhammadiyah dan Gerakan Pembaharuannya

Oleh: Rifa Nurfadilah (Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

Pada awal abad ke-20, tepatnya pada tanggal 18 November 1912 berdiri sebuah organisasi Islam di Indonesia yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan, yakni Muhammadiyah. Kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.

Menurut H. Djarnawi Hadikusuma penisbahan nama tersebut mengandung makna, bahwa “Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad Saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw, supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Organisasi Muhammadiyah merupakan keberlanjutan dari gagasan reformasi Timur Tengah, namun disesuaikan lagi dengan kondisi masyarakat Indonesia. Organisasi Muhammadiyah sendiri hadir setelah melihat kondisi umat muslim Indonesia yang pada masa penjajahan mengalami keterpurukan dalam berbagai aspek.

Pada awalnya, fokus Muhammadiyah hanya pada pendidikan dan sosial, mendirikan sekolah-sekolah modern dan lembaga-lembaga kesejahteraan sosial.Dalam aspek pendidikan, Indonesia memiliki sistem pendidikan yang berada di bawah naungan kolonial dan pendidikan Islam tradisional atau pesantren. Keberadaan pendidikan Islam tradisional dimasa itu melemah karena maraknya sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda. Sekolah tersebut berorientasi pada kepentingan Belanda dan hanya berfokus pada pengetahuan saja, mereka mengesampingkan aspek-aspek moral.

Melemahnya keberadaan pendidikan Islam tradisional juga dikarenakan sistem pendidikannya yang kuno dan perilaku menutup diri dari dunia luar. Didasari oleh keterpurukan pendidikan Islam tersebut yang akhirnya membuat para muslim terpelajar mencetuskan ide pembaharuan. Muhammadiyah yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan mencetuskan ide untuk memperbarui kurikulum pendidikan Islam, yakni dengan membentuk sekolah umum yang berlandaskan dengan ajaran Islam. Hal ini bertujuan agar bisa menciptakan pribadi yang berilmu, cakap, berakhlak mulia, dan juga bersedia mengabdi pada masyarakat.

Muhammadiyah mewujudkan gagasan tersebut melalui pendirian pesantren dan madrasah. Namun perlu digarisbawahi bahwa pesantren dan madrasah yang didirikan ini menggunakan kurikulum pendidikan dan pengajaran umum yang berbasis kurikulum Islam dan kemuhammadiyahan.

Di bidang ekonomi, Muhammadiyah aktif dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, termasuk melalui peluncuran Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU) yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi umat. SUMU memberikan harapan bagi Muhammadiyah dalam mendorong pelaksanaan amanat. Muhammadiyah juga telah berkomitmen untuk mengembangkan potensi ekonomi yang ada, termasuk melalui pemanfaatan potensi ekonomi yang ada di daerah-daerah, sehingga dapat memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan ekonomi nasional.

Muhammadiyah melakukan pembaharuan dengan cara menghapuskan kemiskinan. Program ekonomi ini dimulai dari tahun 1985 – 2025, ditetapkan dalam “Kerangka Program Kebijakan Muhammadiyah Jangka Panjang”, meliputi:

1) Mengembangkan model pemberdayaan ekonomi, didasari dengan kekuatan sendiri sebagai cita- cita kemandirian ekonomi umat.

2) Menciptakan cetak biru (blue print) pengembangan ekonomi, digunakan sebagai usaha untuk mengevaluasi dan merancang program pemberdayaan ekonomi umat yang efektif.

3) Peningkatan pengelolaan Zakat, infaq, sadaqah dan akuntabilitasnya.

4) Mengupayakan terlaksananya ekonomi syariah yang lebih kuat dan terorganisasi dengan tersistem.

5) Peningkatan mutu pengelolaan wakaf dan perluasan gerakan sertifikasi tanah-tanah wakaf di lingkungan persyarikatan

6) Pengembangan bentuk wakaf dalam bentuk wakaf tunai dan wakaf produktif.

7) Menegaskan keberpihakan Muhammadiyah terhadap usaha-usaha ekonomi dengan membangun kekuatan masyarakat kecil (akar rumput) yang dhuafa dan mustadh’afin melalui kegiatan-kegiatan ekonomi alternatif.

Di bidang sosial, selain melakukan pembaruan pendidikan Islam dan pengembangan sekolah, Muhammadiyah juga terlibat dalam dialog antar agama dengan komunitas agama lain di Indonesia. Gerakan ini mempromosikan toleransi, kerja sama, dan pengertian antara umat beragama sebagai bagian dari upaya membangun kerukunan dan masa depan Muhammadiyah.

Kemudian, munculnya gerakan Muhammadiyah yang mengusung pembaruan ini mewakili gerakan modernis-reformis yang merupakan respon dari kebutuhan umat Islam untuk memurnikan ajaran Islam dari berbagai pengaruhnya Wahabi. Gerakan ini bertujuan untuk membangun masyarakat yang beradab, adil, dan bermartabat.

Sedangkan di bidang kaderisasi, Muhammadiyah mendirikan baitul arqam yaitu pembinaan keislaman dan kepemimpinan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman keislaman, menciptakan kesamaan dan kesatuan sikap, integritas, wawasan dan cara berpikir anggota Muhammadiyah dalam melaksanakan misi Muhammadiyah.

Referensi:

Ashrof, A. (1993). Horison Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Yusra, N. (2018). Muhammadiyah: Gerakan Pembaharuan Pendidikan Islam.

POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *