Jokowi Rasa Golkar, PDIP-nya Pudar

Jakarta, Liber Times–Jokowi Dodo, adalah sosok dan figur yang sering kali dibicarakan. Dari keunikan, kontroversi, hingga kadang kala mengeluarkan pernyataan “nyeleneh”. Sampai Ben Bland (pengamat politik dari Australia) menulis sebuah buku mengenai Jokowi berjudul,”Man of Contradiction (manusia dengan kontradiksi).” Memang judul buku tersebut ingin menegaskan bahwa Jokowi secara politik, adalah pribadi yang tidak selalu koheren. Dari apa yang disampaikan, hingga apa yang diputuskan.

Jokowi Dodo, adalah sosok dan figur yang lahir dari proses kaderisasi PDI Perjuangan. Jokowi adalah “anak kandung” dari partai yang berlambang banteng tersebut. Dari partai itu, Jokowi berhasil meraih simpati masyarakat hingga berhasil menjadi pimpinan daerah.

Berawal menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga menjadi Presiden Republik Indonesia.

Selama menjabat dari walikota dan gubernur, Masih kita ingat dengan jelas bahwa Jokowi diminati masyarakat karena gaya kepemimpinannya yang unik. Perawakannya yang kurus, dengan “wajah” yang merepresentasikan “wong deso”, memakai kemeja dengan cara dikeluarkan, lengan baju yang digulung, dan sering “blusukan” adalah representasi citra Jokowi bahwa ia adalah figur yang erat dengan rakyat (merakyat).

Gambaran itu pula yang menjadi karakter khas dari kader PDI Perjuangan. Namun jika berbicara pada level kebijakan ketika ia menjabat sebagai presiden, secara umum kita tidak melihat program kebijakan yang utuh bahwa itu adalah program yang bersemangatkan nilai-nilai kerakyatan yang menjadi “jualan utama” partai PDI Perjuangan.

Dapat dipastikan arah kebijakan kebijakan Presiden Jokowi adalah developmentalisme (pembangunanisme), dimana hubungannya dengan partai politik tentu lebih dekat kepada partai Golkar. Bukan kepada PDI Perjuangan.

Bidang Ekonomi

Selama pemerintahan Jokowi, banyak sekali program dan kebijakan yang erat kaitannya dengan nilai-nilai develomentalis. Dimana kunci dari konsep pemikiran itu adalah menjadikan pembangunan sebagai sebuah strategi utama dalam menuju kemakmuran.

Dalam konteks pemerintahan Jokowi, fokus dari pembangunan adalah infrastruktur dan deregulasi. Dikutip dari berbagai sumber, deretan pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan oleh Jokowi (sejak 2014) beberapa diantaranya adalah: 15 bandar udara; 38 ekspansi dan perbaikan bandara lama; 4.600 jalan bukan tol yang telah dibangun; 1.640 jalan tol; dan membangun 22 bendungan baru.

Begitu masifnya pembangunan infrastruktur ini bahkan beberapa diantaranya telah melampaui prestasi Soeharto sebagai bapak pembangunan Indonesia. Dimana Jokowi telah membangun jalan, lebih jauh dari masa Soeharto. Tentu ini prestasi yang baik dan berdampak langsung terhadap masyarakat. Belum lagi faktor program pembangunan 35 ribu MW pada periode pertamanya, banyak dianggap berhasil oleh banyak pengamat.

Bahkah khusus berbicara mengenai keberhasilan pembangunan era Jokowi, hasil survey lembaga KedaiKOPI (yang dilakukan pada 16-24 November 2021 dengan sample 1.200. responden), menyatakan banyak diataranya yang puas terhadap pembangunan infrastruktur. Hasil survey ini ditegaskan kembali dengan adanya apresiasi dari Supply Chain Indonesia (SCI), dimana pembangunan infrastruktur di era Jokowi tingkatkan efesiensi logistik.

Penanganan Ekonomi di Masa Pandemi

Jika berbicara penanganan ekonomi dimasa pandemi Covid-19, jelas ada sosok Menko sekaligus ketua Komite PC-PEN, Airlangga Hartarto yang jelas adalah ketua partai dari Golkar. Dengan gagasan ekonomi partai yang kokoh, ditambah dengan hadirnya figure yang berpengalaman dalam bidang ekonomi, membuat banyak pihak yang mengapresiasi penanganan ekonomi di era Jokowi. Apresiasi datang untuk Jokowi. Namun kita tahu bahwa “man behind the stage” adalah Airlangga Hartarto.

Bukan menglorifikasi, tetapi faktanya banyak negara yang gagal menjaga stabilitas ekonomi sehingga berakhir pada kekacauan sipil. Seperti di Tunisia.

Selain itu, setelah beranjak dari gelombang Covid varian Delta, Indonesia berhasil tercatat mengalami pertumbuhan 3,51 persen pada triwulan 2021.

Bahkan Airlangga sendiri menargetkan perekonomian Indonesia harus tumbuh 5,5-6 persen pada kuartal IV 2021. Dan ditargetkan tumbuh 4 persen sepanjang 2021.

Maka dari itu kiranya, jika tidak ada nilai-nilai ekonomi developmentalis yang erat sekali dengan partai Golkar, kiranya akan sulit sekali pemerintahan Jokowi mendapatkan hasil yang memuaskan masyarakat.

Sebagaimana hasil-hasil survey belakangan ini yang mengatakan “masyarakat puas dengan penanganan pandemi (sektor ekonomi dan kesehatan) pemerintah.

Kesimpulan

Dengan demikian pada dasarnya, justru selama Jokowi menjadi presiden gaya dan arah kebijakannya kental sekali dengan semangat Golkar, yaitu developmentalis. Dan sebaliknya, jauh sekali dari nilai-nilai ekonomi kerakyatan yang menjadi konsep dasar PDI Perjuangan.

Banyaknya keberhasilan dan apresiasi untuk program kebijakan pemerintahan Jokowi, secara ideologi partai politik jelas lebih dekat kepada partai Golkar, dibandingkan kepada PDI Perjuangan. Maka dari itu, dengan kemajuan dan keberhasilan ekonomi sampai saat ini, secara tidak langsung Jokowi berhutang budi pada nilai-nilai ekonomi Golkar.

Penulis: Cendhy Vicky Vigana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *