Nusantara: Harapan Indonesia dan Kalimantan

Jakarta, Liber Times–Nusantara telah di dapuk menjadi nama dari Ibu Kota Negara (IKN) baru Indonesia, yang terletak di Penajem Paser Utara (Kalimantan Timur).

Dikutip dari CNN, Sebelumnya, Presiden Jokowi resmi memilih Nusantara sebagai nama IKN, mengeliminasi 79 nama lain yang diusulkan. Nama-nama itu di antaranya Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Nusa Jaya, Pertiwipura, Warnapura, Cakrawalapura, hingga Kartanegara.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan ‘Nusantara’ dipilih menjadi nama IKN karena sudah dikenal sejak dulu, ikonik, dan menggambarkan kenusantaraan Republik Indonesia.

Nusantara, Bahasa dan Sejarah

Beberapa pihak, khususnya akademisi dan sejarawan menilai bahwa penggunaan kata Nusantara kurang tepat. Karena dalam konteks sejarahnya pada zaman kerajaan Majapahit, Nusantara sebagai istilah bahasa digunakan untuk menggambarkan pulau-pulau diluar pulau Jawa. Selanjutnya juga dalam beberapa aspek Nusantara pada istilah zaman dahulu juga meliputi pulau-pulau diluar konteks Indonesia saat ini.

Selain faktor telah diresmikannya oleh Ibu Kota Negara (IKN) baru oleh DPR beberapa waktu lalu, kiranya kita dapat memahami Nusantara dengan pemaknaan baru. Hal ini dapat dilakukan mengingat bahasa adalah suatu sistem pemahaman manusia yang dinamis, yang dapat berubah-ubah sesuai konteks dan zaman.

Atas dasar itu, kita dapat memaknai, memahami, dan menafsirkan (IKN) Nusantara dengan dengan cara yang baru. Tentu dengan tujuan yang positif dan baik secara cita-cita kebangsaan. Dalam hal ini alasan faktor geografis adalah hal teknis yang penting. Yaitu (IKN) Nusantara, terdapat di tengah-tengah negara Indonesia. Dengan Kalimantan Timur sebagai provinsinya.

Maka dari itu, dengan agenda pindahnya ibu kota, tentu diharapkan dapat kembali menegaskan persatuan masyarakat Indonesia, yang multikultural, multi-entis dan multi-budaya. Sehingga seluruh masyarakat Indonesia semakin merasakan ‘hadirnya’ negara dalam setiap aspek penting kehidupan sosial, politik, budaya, dan ekonomi.

Argumentasi diatas menjadi penting jika kita melihat belakangan ini banyak pihak-pihak yang ingin memprovokasi masyarakat disuatu daerah demi tujuan keluar dari “rumah besar bersama” yaitu Indonesia. Padahal sejauh ini pemerintah telah bekerja dengan program-program konkret untuk meningkatkan kesetaraan pembangunan ekonomi di semua wilayah. Dari Papua hingga Sumatra.

Nusantara dan Kalimantan

Selain aspek Nusantara dan kaitannya dengan Indonesia secara umum, kiranya ada hal penting lainnya yang berkaitan dengan Kalimantan. Yaitu bahwa dengan Nusantara sebagai Ibu Kota Negara (IKN) baru, (saya pribadi) berharap bahwa pembangunan Ibu kota ini, akan berjalan dinamis dengan adat dan budaya Kalimatan yang kaya.

Hal ini menarik untuk dipertegas karena pada umumnya, pembangunan adalah salah satu konsep dari modernitas yang acapkali “menggusur atau menyingkirkan” aspek-aspek budaya dalam suatu masyarakat.

Artinya pembangunan Nusantara di Penajem Paser Utara (Kalimatan Timur), ‘pasti’ berpengaruh pada pada pembangunan daerah-daerah disekitarnya. Apabila pembangunan dan perencanaan tidak direncanakan dengan matang, dan mempertimbangkan aspek adat-budaya, tentu kebudayaan asli Kalimatan akan menjadi “korban”.

Hal ini perlu ditekankan karena, menurut Malinowski (ahli Antropologi), kebudayaan adalah fondasi penting dari peradaban. Dimana peradaban inilah yang membuat manusia menjadi utuh sebagai kesatuan dalam lingkungan sosiologis dan ekologisnya. Manusia dan alam menjadi utuh dengan kebudayaan.

Maka dari itu, jika adat, budaya, dan kebudayaan dinomorduakan dalam setiap aspek pembangunan, khususnya sejak pembangunan (IKN) Nusantara. Maka kiranya kita tidak perlu kaget, jika mungkin dalam seratus atau dua ratus tahun kedepan, banyak kota di pulau Kalimantan, akan berkembang menjadi kota metropolitan tanpa ada ruh dan jiwa kebudayannya.

Sebuah kota yang menyingkirkan budaya demi, progressifitas ekonomi dan uang. Dimana simbol dari angka statistik pembangunan, dan dinamika politik praktis lebih penting daripada simbol burung Enggang dan Cacak Burung yang bersemayam dalam benak seluruh masyarakat Kalimantan.

Penulis: Cendhy Vicky Vigana

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *