Jakarta, Liber Times–Alhamdulillah muktamar NU ke-34 jadi dilaksanakan 23-25 Desember 2021, di Lampung. Setelah kegiatan ini mundur satu tahun dari rencana semula karena wabah Covid 19.
Pelaksanaan muktamar NU ini ngeri-ngeri sedap karena bukan hanya diselenggarakan masih dalam suasana Pandemi covid yang masih menghantui kita, tetapi juga diwarnai dengan “isu” rencana kucuran ‘gizi’ dari Israel. Apakah Covid 19 ini sudah benar-benar pergi atau cuma surut ngatur strategi untuk kemudian menyerang kembali.
Mendekati hari-H pelaksanaan muktamar NU, beredar isu-isu bermunculan. Ada dua kandidat Ketua Umum Tanfidiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang sudah menyatakan siap maju.
Dua kandidat yang akan maju sebagai calon Ketum PBNU pada Mukatamar NU ke-34 di Lampung itu adalah Prof. DR. KH. Said Aqil Siroj yang menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidiyah PBNU dan KH. Yahya Cholil Staquf yang menjabat Katib Aam. Kabarnya kedua kandidat itu sama sama kuat. Sama sama punya pedukung, sama sama punya program yang tepat untuk Nahdlatul Ulama 5 (lima) tahun kedepan.
Dari isu pertama yang menyebar di media Yahya Staquf punya kedekatan dengan Israel. Karena pernah ke Israel dan bertemu dengan Pimpinan Israel. Kalau Yahya jadi Ketua Umum PBNU dikabarkan akan membuka hubungan dengan Israel.
Seperti yang kita tau Israel adalah musuh bebuyutan masyarakat muslim Indonesia, termasuk musuh masyarakat NU. Apakah warga NU bisa menerima? sementara K.H. Abdurraham Wahid atau Gus Dur yang ulung dalam berpolitik pernah melontarkan gagasan ini di tolak mentah mentah oleh masyarakat Indonesia. Bahkan Gus Dur sempat dikatakan oleh lawan politiknya sebagai antek Zionis.
Sementara Kiyai Said tetap konsisten mempejuangkan kemerdekaan Rakyat Palestina seperti yang di tegaskan dalam konfrensi pers bersama duta besar Palestina. Menurut kiyai Said, Palestina yang pertama kali mengakui Indonesia merdeka, maka sudah selayaknya Indonesia juga mengupayakan Palestina merdeka.
Isu masing-masing kandidat ini sangat bertolak belakang walaupun gagasan Yahya dianggap jalan pintas untuk dapat membujuk Israel melepaskan Palestina.
Isu kedua kabarnya dari GP Ansor yang sudah meminta Kiyai Said untuk tidak mencalonkan lagi sebagai Ketua Umum dengan alasan agar terjadi regenerasi ditubuh PBNU berjalan. Permintaan ansor ini ambivalensi dengan wacana presiden tiga periode.
Pernyataan regenerasi ini akan merembet kepada wacana presiden tiga periode, meskipun terlalu dini kalau dikaitkan dengan wacana jabatan Presiden tiga periode, hal ini bisa dipelintir GP Ansor seolah olah tidak setuju dengan presiden tiga periode.
Secara internal permintaan GP Ansor ini kalau benar, sangat tidak etis dan bisa dikatakan suhul adab. Sebab dari muktamar ke muktamar belum ada seseorang atau Banom NU meminta Kyai mundur dalam pencalonan hanya karena umur dan periodesasi kepemimpinan dibatasi, terlebih lagi memang tidak ada ketentuan dalam AD/ART NU yang membatasi hal itu.
Ini sebenarnya hanya akal akalan Pucuk Pimpinan GP Ansor yang notabene adalah adik kandung Yahya C Staquf yang merupakan salah satu dari kandidat Ketua Umum PBNU.
GP Ansor sudah terlibat terlalu jauh untuk melakukan politik belah bambu (satu di injak yang satu diangkat). Semestinya sebagai Banom NU, GP Ansor seharusnya netral, tidak larut dalan dukung mendukung, karena toh tidak punya hak suara dalam muktamar ini. Jadi sebenarnya gerakan regenerasi itu secara implisit merupakan upaya untuk menjegal kiyai Said untuk mencalonkan kembali.
Dari aspek historis, kita dapat melihat bahwa dari Muktamar NU ke-1 Sampai Muktamar ke -4 ( 1926-1928), peserta Memilih KH.M.Hasyim Asy’ari Sebagai Rais Akbar dan H.Hasan Gipo sebagai Ketua Tanfifidiyah KH. M. Hasyim Asy’ri berpasangan dengan H. Hasan Gipo sampai empat periode.
Berikutnya pada Muktamar NU ke-4 sampai Muktamar ke 11 ( 1929-1936): KH.M.Hasyim Asy’ari terpilih sebagai Rais Akbar dan KH.Achmad Noor terpilih sebagai Ketua Tanfidziyah, pasangan ini terbanyak dalam hitungan periodesasi.
Belum lagi KH. Idham Cholid dan Gus Dur yang memimpin lebih dari dua peroide. Jadi sah-sah saja kalau Kyai Said nanti terpilih untuk ketiga kalinya, karena secara historis hal itu pernah terjadi.
Sebagai sebuah organisasi yang telah matang berorganisasi, sebagai kader NU meyakini NU mampu melangsungkan suksesi tanpa meninggalkan luka antar sesama kader NU.
Penulis: Imam Buhori, Pengurus PB PMII periode 1991-1994, Pengurus PP GP Ansor periode 2000-2005 dan 2005-2010.