News  

Prof. Malik Madani: Duet Kiai Asep dan Kiai As’ad Pasangan Ideal Pimpin PBNU

Jakarta, Liber Times–Dalam hitungan hari, Muktamar ke 34 akan segera digelar di Lampung. Harapan Kiai Malik Madani di Muktamar yang akan mendatang adalah duet antara Kiai Asep Saifuddin Chalim dan Kiai As’ad Sa’id Ali.

“Kita butuh sosok yang mengayomi, Kiai yang selama ini mewakafkan dirinya untuk Nahdliyyin di grassroot yakni Kiai As’ad Said Ali. Menurut saya beliau lah orang yang paling layak dan bisa meredam konflik ini” kata Kiai Malik via telepon kepada Libertimes.id.

Kiai As’ad juga dinilai sebagai Kiai yang sudah paripurna secara ekonomi dan politik, dia telah banyak melewati asam garamnya kehidupan dan menjadi kader NU.

“Beliau (Kiai As’ad) adalah sosok yang mendidik semua warga NU dekat dengan para ulama sepuh dan juga kalangan aktivis pergerakan, kiprahnya sudah terbukti, kontribusi terhadap Indonesia dan Dunia sudah dicatat dalam sejarah. Secara ekonomi, saya yakin beliau bukan sosok yang memanfaatkan NU untuk keuntungan finansial ataupun elektoral” pungkasnya.

Sosok ideal juga disebutkan oleh Prof. Malik Madani yang mampu membersamai Kiai As’ad dalam kepengurusan PBNU ke depan, yaitu Kiai Asep Saifuddin Chalim yang layak menjadi pimpinan tertinggi Ulama NU sebagai Rais ‘Aam, beliau seoran Ulama, Ekonom, dan menguasai manajerial organisasi.

“Trah Kiai Asep Saifuddin Chalim itu tidak bisa kita sepelekan, ayahnya beliau Kiai Abdul Chalim Leuwi Munding adalah salah satu pendiri NU juga. Dan, bukan hanya bicara soal trah, tetapi Kiai Asep ini Ulama besar, Profesornya di bidang linguistik Sastra Arab, tapi luarbiasanya beliau mengerti manajemen dan juga seorang ekonom yang handal” tandasnya.

Dalam tulisan singkatnya Kiai Malik menuliskan pesan singkatnya kepada media yang mengatakan;

Ada argumen lain yang sangat penting tentang keberadaan duet Kiai Asep-Kiai As’ad sebagai duet yang ideal dan harmonis dalam menakhodai PBNU hasil Muktamar Lampung nanti, yakni argumen yang mengacu kepada TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) Syuriyah dalam Tanfidziyah dalam struktur organisasi NU. Sebagaimana mana kita maklumi, Syuriyah adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Dia menjadi pengarah, penuntun dan pembina yang harus dipatuhi “titah”nya oleh Tanfidziyah sebagai pelaksana tugas organisasi sehari-harj. Untuk itu diperlukan lembaga Syuriyah yang kuat dan berwibawa dengan Rais ‘Aam sebagai pimpinan puncaknya. Sosok Kyai Asep sangat cocok untuk itu. Beliau lahir dari lingkungan darah biru NU, karena ayahandanya, KH. Abdul Chalim Lewuimunding adalah salah seorang muassis NU.

Kyai Asep adalah ulama yang sekaligus intelektual, dengan gelar Prof.Dr. kehandalannya dalam manajemen dan organisasi tidak diragukan lagi. Hal ini terbukti dengan kesuksesannya dalam mengelola dan membesarkan Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Surabaya dan Pacet (Mojokerto) dengan segala kelengkapan lembaganya. Sebuah pesantren yang berhasil memadukan antara modernitas dan tradisi, sehingga menjadi pesantren yang disegani di seantero negeri. Belum lagi keberhasilan beliau dalam menata dan membesarkan PERGUNU sehingga menjadi organisasi guru yang cukup membanggakan.

Dengan latar belakang kemampuan manajerial seperti itu,kita berharap bahwa Rais ‘Aam akan mampu menjadikan Syuriyah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang berwibawa dan bermartabat yang tidak bisa dikooptasi dan dikadali oleh Tanfidziyah. Hal ini hrs saya katakan, karena dalam banyak kasus–baik di PBNU maupun di PWNU dan tingkatan-tingkatan kepengurusan di bawahnya–Syuriyah dipimpin oleh kyai yg alim dan wira’i, tapi lemah dalam aspek organisasi dan manajemen. Akibatnya, NU lebih sering dikendalikan oleh Tanfidziyah, dengan Syuriyah lebih tampak sebagai pemberi stempel, bukan penentu kebijakan.

Situasi seperti ini tidak akan terjadi apabila duet Kiai Asep-Kiai As’ad terpilih dalam Muktamar ke-34 nanti. Bukan saja karena kemampuan manajerial Rais ‘Aamnya yg handal, melainkan juga karena kemampuan Ketua Umumnya dalam memanej organisasi dan birokrasi lewat kariernya di Badan Intelejen Negara (BIN). Kita tahu, Ka BIN berganti beberapa kali, tapi Waka BIN tetap Kiai As’ad Said Ali. Kemampuan Kiai As’ad yang seperti ini tidak perlu dikhawatirkan mendorong dirinya utk mengkooptasi Syuriyah, karena Kiai As’ad adalah produk Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta yang sangat low profile, tawadlu’ dan sangat menghormati dan menghargai Kyai dalam arti yang se-benar-benarnya, bukan menghargai dalam arti memberikan harga atau tarif untuk para Kyai.Wal-‘iyadz lillaah. Semoga impian utk menduetkan kedua tokoh ini menjadi kenyataan! Aamiin yaa Mujiibas-saailiin!

Dalam penutup munajatnya Kiai Malik Madani mengatakan;

“Duet harmonis dan ideal untuk memimpin PBNU ke depan adalah Prof.Dr.KH.Asep Saifuddin Chalim (Rois ‘Aam)–Dr.H.As’ad Said Ali (Ketua Umum). Keduanya telah terbukti pengorbanan dan kontribusinya kpd NU. Ķeduanya telah selesai dengan dirinya, sehingga dijamin tidak akan mencari hidup dan kekayaan dari NU. NU sangat membutuhkan sosok pemimpin seperti kedua beliau ini.Semoga Allah swt mengabulkan keinginan suci ini”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *