Jakarta, Liber Times–Pernyataan Ketua DPR RI di dalam Pidato Kenegaraan pada saat Hari Kesaktian Pancasila 1 oktober 2021, ada sebuah kalimat yang direspon dan dikritik oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat serta channel youtube Alie Syarief CEO Cross Culture Institue adalah “atas nama bangsa Indonesia Ketua DPR RI DR (HC) Puan Maharani”
Viktor Laiskodat menyatakan bahwa komitmen bernegara ada kesalahan, dan ketika Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan atas nama bangsa Indonesia adalah sebuah catatan sejarah yang salah, dan yang boleh mengucapkan atas nama bangsa Indonesia itu adalah Presiden dan Wakil Presiden (dapat disimak dari wawancara dengan kompas tv). Kata Ali Syarief di channel youtubenya pula mengatakan hal tersebut bukan masalah sepele dan potret ketidakpahaman para petinggi di puncak pimpinan, beliau juga menyatakan bahwa Ketua DPR RI itu adalah kolektif kolegeal bukan atasan dari anggota DPR yang lainnya dan Ketua DPR RI hanya sebagai administratif saja dari anggota DPR RI, serta menyatakan bahwa di dalam UUD 1945 tidak ada pasal yang menyatakan secara jelas dan lugas siapa Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Di dalam pernyataan kedua orang tersebut bisa ditelaah lebih dalam, dan mendapatkan dua (2) hal yang menarik. Yang pertama, yaitu kosa kata atas nama bangsa Indonesia dan kedua, yaitu pasal yang menyatakan siapa Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan Indonesia.
Pertama, kosa kata atas nama bangsa Indonesia, kata ini sering di dengar dan dibaca saat hari proklamasi kemerdekaan RI dan bahkan tertulisnya Soekarno/Hatta yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama. Mungkin hal ini lah yang membuat Kepala Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) meradang dan menyebutkan bahwa Ketua DPR tersebut ada kesalahan dan catatan sejarah yang salah. Bahkan Alie Syarief lebih tegas lagi menyatakan bahwa ini adalah potret ketidakpahaman para petinggi Indonesia.
Coba diteliti lebih dalam kembali dengan merujuk KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) edisi keempat, dikatakan bahwa atas nama berarti menggunakan nama atau memakai nama.
Kemudian kita hubungkan dengan teks proklamasi dan teks pidato Ketua DPR RI (1 oktober 2021). Apakah tepat makna itu? Kalau diganti “atas nama” dengan “memakai nama” disitu, dan akan terbaca begini “memakai nama bangsa Indonesia -Soekarno/Hatta atau memakai nama bangsa Indonesia-ketua dpr ri Dr (H.C) Puan Maharani”.
Ini adalah salah satu contoh kasus, belum yang lainnya lagi. Padahal pembacaan teks proklamasi ini setiap tahun dan sudah ada terekam dalam benak sanubari seluruh rakyat Indonesia.
Jadi apa definisi “atas nama bangsa Indonesia” yang lebih masuk akal dari pada mengadopsi pengertian KBBI, dilihat dari situasi dan kondisi pada waktu itu untuk makna yang tepatnya yaitu “mewakili”. Bukankah saat itu Soekarno dan Hatta tersebut bermaksud mewakili bangsa Indonesia dalam menyatakan kemerdekaan. Bukan berarti makna ini sudah mutlak dan mengikat, yang nyata ada kejelasan makna dari “atas nama” ini.
Definisi kata ini pula bisa di korelasikan terhadap pidato ketua dpr tersebut, dimana makna nya sama dengan kata mewakili. Dimana Ibu Puan Maharani ini adalah refresentasi dari semua anggota DPR yang mewakili daerah pemilihan di seluruh Indonesia dari sabang sampai merauke. Jadi tidak ada sejarah yang salah maupun ketidakpahaman terhadap pimpinan di Republik ini.
Tetapi yang lebih elok dan elegan nya untuk penggunaan kata atas nama bangsa Indonesia ini yaitu Presiden dan Wakil Presiden RI.
Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara mengatur mengenai *Hubungan Antar Penyelenggara Negara sesuai Pasal 7 ayat 1 harus dilaksanakan dengan mentaati norma-norma kelembagaan, kesusilaan, kesopanan, dan etika yang belandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Apabila norma-norma tersebut bisa dirancang dan dibuatkan Peraturan Pengganti Undang-Undang nya sebagai kode etik bagi Penyelenggara Negara di Daerah, maka iklim politiknya akan lebih kondusif dan konstruktif serta meminimalisir konflik kepentingan dan konflik horizontal antas penyelenggara negara.
Kedua, pasal yang menyatakan siapa Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan Indonesia. Ditengok dari UUD 1945 amandemen ke 4 tidak ada satupun pasal yang mengatakan secara lugas dan tegas mengenai Presiden adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Yang ada hanya
menyebutkan Presiden memegang kekuasan pemerintahan (pasal 4 ayat 1). Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 ini hanya menjabarkan tugas, fungsi dan wewenang seorang Presiden dan Wakil Presiden sebagai Kepala Negara bahkan Kepala Pemerintahan. Komentar dari Alie Syarief ini bisa jadi perbincangan hangat kembali untuk mengamandemen UUD 1945. Dan menjadikan dasar kita bersama untuk mengembalikan marwah UUD 1945 ke dalam bentuk yang asli sesuai dari hasil keputusan sidang PPKI 18 Agustus 1945. Walaupun Republik Indonesia menganut sistem presidensiil.
Jakarta, 19 Oktober 2021
Penulis: Dzaki Ahmad (Pemikir Politik Kebangsaan)